Mahasiswa KKN Instika Guluk-Guluk Latih Pengelolaan Sampah Keluarga di Marengan Laok

Acara sosialisasi dan pelatihan pengolahan sampah rumah tangga di Balai Desa Marengan Laok, Kec. Kalianget, Kab. Sumenep.

SUMENEP, detikkota.com – Problem sampah menjadi masalah yang cukup mengancam kelestarian lingkungan dihampir semua daerah. Untuk menekan angka persebaran sampah, mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Integratif Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika) Guluk-Guluk, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur menggelar sosialisasi dan pelatihan pengolahan sampah pada petugas sampah dan warga di balai Desa Marengan Laok, Kecamatan Kalianget.

Hadir sebagai narasumber dalam acara sosialisasi tersebut Sekretaris Laboratorium Sampah UPT Jatian Pondok Pesantren Annuqayah Lubangsa, Guluk-Guluk, Syaiful Bahri.

Banner

Dalam kesempatan itu, Syaiful menyebutkan, secara umum sampah dibagi menjadi 2 macam, yaitu organik dan anorganik.

“Sampah organik terdiri dari daun, sisa makanan, kotoran, tisu, potongan kayu, dan plastik basah. Sedang sampah anorganik terdiri dari barang rongsok, kertas, kardus, plastik kering, Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), serta residu terdiri dari puntung rokok, permen karet, bekas pembalut dan popok,” jelas Syaiful Bahri, Minggu (3/9/2023).

Menurutnya, sampah organik memiliki bahaya pada polusi udara. Ketika sampah organik dibakar maka asap butuh penyaringan yang bisa memfilter dari yang semula lebih banyak menjadi lebih sedikit.

Sementara sampah anorganik bahaya pada pencemaran lingkungan, merusak keseimbangan ekosistem, dan menyebabkan gangguan bagi manusia, hewan, dan tumbuhan.

“Jika Pemerintah Desa (Pemdes) memiliki ikhtiar untuk mengelola sampah, langkah yang paling mudah dengan membuat laboratorium sampah. Modalnya cukup murah. Alat-alatnya mudah dijumpai, alamiah dan tak menggunakan alat teknologi yang canggih,” imbuhnya.

Aat-alat yang dibutuhkan untuk laboratorium sampah, lanjutnya, terdiri dari bambu, papan blower, pompa air, paku, gergaji, palu, cat untuk membuat keterangan di papan, kompor, tungku pembangkaran, percetakan paving, batu bata, besi cor, plat, genting atau asbes.

“Selain alat-alat yang saya sebut tadi, tentu juga butuh sumber daya manusia,” ucapnya.

Di UPT Jatian, kata Syaiful melanjutkab, ada 21 orang yang memiliki tugas berbeda-beda. Secara struktural terdiri dari direktur, sekretaris, bendahara, tim pilah 7 orang, tim olah 5 orang, dan tim karbonasi 5 orang

Untuk mekanisme pengelolaannya meliputi 3 tahapan. Pertama, petugas menjemput sampah di Tempat Pembuangan Sampah (TPS) dan tempat sampah di setiap sudut pesantren. Kedua, sampah itu dibawa ke laboratorium untuk dipilah. Ketiga, pengolahan sampah.

Sampah organik seperti sisa makanan, sisa sayuran dan buah-buahan diolah menjadi kompos. Jumlah sampah yang dibutuhkan sebanyak 1.265 kilogram.

“Sampah anorganik seperti plastik daun, botol minuman, pet, bak, atom, logam, besi, didaur menjadi paving, tas, dan aksesoris. Untuk 2 paving membutuhkan 5 kilogram plastik. Bila ingin memproduksi 1 tikar, butuh 2 kilogram pastik,” paparnya.

Sementara lamanya produksi tergantung pada pengelola. Di UPT Jatian, butuh 3 bulan dalam mengolah sampah organik menjadi pupuk bubuk, cair dan komposter. Sedangkan anorganik membutuhkan waktu sekitar 15 hari agar bisa diolah menjadi paving, tikar, hiasan kamar, kursi dan meja.

Di tempat yang sama, Koordinator Desa (Kordes) KKN Posko 51, Ach. Syafi’e menjelaskan, kegiatan tersebut berangkat dari proposal Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) yang disetujui oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Instika serta hasil musyawarah dengan Pemdes Marengan Laok.

“Di posko 5, kami fokus pada lingkungan. Di mana target kami warga bisa hidup bersih dan dapat mengelola sampah rumah tangga,” ucapnya.

Sementara itu, Kepala Desa Marengan Laok, Dasuki Wahyudi menyambut baik program KKN Instika. Apalagi, menurutnya tahun ini Pemdes sedang fokus pada problem lingkungan.

Dasuki mengaku berharap besar kepada santri agar memberikan warna baru kepada masyarakat dalam hal pengolahan sampah, selaras dengan program yang dicanangkan oleh pemerintahan desa.

“Masalah sampah terbilang cukup pelik. Bahkan desa kami mendapat predikat desa kumuh. Tahun ini, pihaknya menargetkan menjadi desa bersih, meski SDM dan fasilitas kurang mumpuni,” pungkasnya.

title="banner"
Banner