SUMENEP, detikkota.com – Gelombang demonstrasi tolak Undang-Undang Cipat Kerja di Kabupaten Sumenep terus meningkat eskalasinya, tak terkecuali sejumlah aktivis perempuan yang berani bersuara lantang menempuh jalan terjal, menyuarakan penolakan terhadap UU Cipta Kerja.
Sejak gelombang perjuangan penolakan UU Cipta Kerja, ada satu aktivis perempuan orator aksi yang selalu menjadi perhatian sejumlah orang, karena orasinya yang lantang dan lugas dalam menyampaikan aspirasi penolakan terhadap UU Cipta Kerja yang disahkan DPR RI.
Perempuan itu bernama Arisya Dinda Nurmala Putri. Mahasiswi yang masih duduk dibangku kuliah disalah satu kampus swasta di Kabupaten Sumenep ini menyampaikan bahwa penting bagi perempuan untuk terlibat langsung dalam penolakan UU Cipta Kerja, yang juga berdampak terhadap perempuan utamanya para pekerja perempuan. Dirinya juga mengaku keterlibatannya merupakan bentuk nyata pentingnya peran perempuan dalam gerak sejarah.
“Keterlibatan saya dalam aksi menolak UU Cipta Kerja ini berdasarkan atas keyakinan politik saya bahawa UU Cipta Kerja ini sama sekali tidak mengakomodir kepentingan rakyat,” ujar Dinda salah satu Aktivis Perempuan di Sumenep ini.
Disinggung terkait beredarnya beberapa foto dirinya dengan caption yang seolah-olah mendiskriditkan nya, Dinda mengatakan hal itu merupakan bentuk persekusi baginya untuk mematahkan semangat dan keberaniannya didalam mengarungi jalan terjal perubahan, untuk mengembalikan hak-hak demokratis publik, yang semakin terancam dengan diterbitkan nya UU Cipta Kerja ini.
Lanjut Dinda bentuk persekusi itu sengaja digaungkan untuk menyasar masyarakat yang masih dalam situasi budaya patriarki. Memang menurutnya tidak mudah menjadi perempuan demonstran ditengah kultur masyarakat patriariki, tentu akan menghadapi jalan yang cukup terjal.
Namun dirinya mengaku itu tidak menyulutkan keberaniannya untuk tetap terlibat dalam setiap gerak perubahan dalam sejarah, menuntut kesetaraan gender utamanya hak-hak perempuan dalam ruang sosial politik, ekonomi dan kebudayaan.
“Itu merupakan bentuk persekusi, untuk memukul mundur gerakan rakyat, dengan segala cara, utamanya perempuan dalam penolakan UU Cipta Kerja. Memang tidaklah mudah disituasi masyarakat patriarki menjadi seorang demonstran perempuan, akan tetapi saya tidak gentar untuk terus berjuang dalam jalan terjal ini,” tegasnya.
Perempuan yang terinspirasi dari salah seorang tokoh perempuan dunia yang menyerukan pembebasan perempuan lewat kelas pekerja dan salah satu yang menginisiasi lahirnya hari perempuan internasional Clara Zetkin ini, menyampaikan dalam situasi penindasan yang semakin nyata tidak ada pilihan lain bagi kaum perempuan selain terlibat aktif dalam perjuangan rakyat tertindas disemua pelosok negeri. Terutama yang terdekat menyuarakan penolakan terhadap UU Cipta Kerja.
“Perempuan ada dan selalu berlipat ganda untuk terlibat dalam perjuangan, menolak UU Cipta Kerja,” tandasnya
Untuk itu dia mengajak kepada seluruh perempuan, agar terlibat aktif dalam perjuangan menolak UU Cipta Kerja mulai dari Mahasiswi, Emak-emak, dan perempuan muda pekerja, untuk bangkit melawan penindasan.
Selain itu dia meminta kepada semua masyarakat secara luas utamanya laki-laki untuk mendukung gerakan perempuan dalam menuntut kesetaraan, dan mengutuk keras segala bentuk diskriminasi perempuan dalan ruang sosial politik, ekonomi, dan kebudayaan.
“Saya mengajak kepada semua elemen perempuan, dan sektor-sektor lain untuk terlibat aktif dalam perjuangan perempuan dan bangkit melawan segala bentuk penindasan dan persekusi,” tutupnya. (Md)