TANGERANG, detikkota.com – Ketua Demisioner Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, Komisariat Universitas Islam As-Syafi’iyah (PMII UIA) Erlangga Abdul Kalam, menyambangi ruko di JL. RE Martadinata, Ciputat, kota Tangerang Selatan. 22/04/2021 kemaren. Didalam ruko berlantai 3 tersebut banyak berkumpul pria-pria penuh tato ditubuhnya. Tetapi pria bertato disini, tidak seperti pria bertato pada umumnya yang sering kita temukan di lampu-lampu merah atau dijalan-jalan kebanyakan. Jika selama ini kita berfikir mereka kriminal, bahkan jauh dari agama, justru disini mereka berada diposisi yang sebaliknya. Mereka semua tergabung dalam Komunitas Tasawuf Underground.
Yang diajarkan Rangga pada teman-teman punk jalanan adalah soal kemandirian. Bicara kemandirian itu sangat penting, terlebih bagi yang mengaku punk. Mau tidak mau, suka atau tidak suka, ketika kita memilih menjadi punk, maka harus bisa mandiri atau bertanggung jawab atas pilihan yang kita pilih.
Adapun bentuk kemandirian yang diajarkannya adalah metode menyablon kaos, poster dengan media cukil kayu. Teknik cukil kayu ini sebetulnya teknik kuno, tetapi tetap anti meastream. Tergantung sekreatif apa kita membuatnya. Salah satu keunggulannya ketika teman-teman jalanan ini (nanti) mahir menggunakan teknik seni cuki kayu ini, maka cukuplah kira-kira untuk biaya makan keluarga 2 minggu. Belum lagi kita disupport dengan pasar yang lumayan luas. Sayang kalau kemudian kita tidak bisa memanfaatkan.
Selain untuk kemandirian, cukil kayu ini juga asik untuk menemani waktu ngabuburit kita dibulan ramadhan. Selain mengisi kekosongan, sudah pasti bermanfaat, hal ini juga menurut Rangga akan meningkatkan produktifitas teman-teman jalanan (Tasawuf Underground) di bulan ramadhan. Tambahnya
Ia berharap dan mendo’akan, semoga kedepan semua teman-teman (Tasawuf Underground) mampu memahami prosesnya sekaligus merealisasikan kemandirian ini.
Semua dilakukan Rangga atas dasar rasa kepeduliannya pada teman-teman jalanan, disamping itu tentu sebagaimana tugas mahasiswa itu sendiri dan terlebih lagi PMII. Harus bisa menjadi bagian dari proses memberdayakan masyarakat. Beban berat bagi saya ketika tidak bisa memberikan kontribusi perubahan terhadap suatu keadaan. Karenanya saya belajar untuk maksimalkan minimal yang saya punya. Di PMII yang selalu terngiang di dalam benak saya adalah lirik dalam mars kebangsaannya. “Ilmu dan Bakti Kuberikan, Adil Makmur Kuperjuangkan”. Itu yang saya tanamkan perlahan. Pungkasnya