detikkota.com – Telah aku mencoba mengartikan, apa yang kusebut ketulusan, dengan menyelipkan namamu dalam setiap doa yang kulangitkan, hanyalah untukmu segala kebaikan, walau harus kumemintal resah menjadi benang-benang duka, yang acap kali melilit langkahku
Tak ada sedikit pun keraguan ketika itu, disaat harus kupunguti serpihan-serpihan luka, lalu aku utuhkan kembali menjadi sekeping hati, yang lalu kemudian kupuja menjadi bagian dari jiwa ini, dan aku tak pernah meminta untuk harus kau mengerti atas apa yang telah kulalui
Aku hanya berharap, kelak kau akan memahami, bahwa tak segala hal dapat di jelaskan, namun cukup kau rasakan, bahwa segala langkah ini adalah untuk suatu kebaikan, untukmu, untukku, dan untuk semesta yang kita tatap bersama
Pernah aku mengutip bahasa embun, yang tak pernah meminta balasan, kepada pagi yang telah ia singgahi, untuk segala kesejukan, juga segala keindahan yang telah ia pancarkan, menurutnya segala adalah wujud nyata keagungan Tuhan, ia ada untuk pagi, dan pagi selalu ada membersamai
Luaslah dalam berfikir, seluas semesta alam ini, yang tak pernah menunjukan keluasannya, juga seperti langit, ia kan tetap tinggi, walau tanpa ia menggaungkan ketinggianya, namun mereka tak pernah menkerdilkan kita, juga tak pernah merendahkan kita, dari keluasan dan ketinggian mereka
Lalu dari mereka kudapati arti sebuah ketulusan, yaitu sebaik-baik keberadaan yang mampu, dan dapat menggenapi sebuah keganjilan tanpa harus mengurangi, ataupun melebihkan.
(Dw.A/Red)