JAKARTA, detikkota.com – Ungkapan Bapak Drs. I Nyoman Warta, M.Hum. Hindu mengajarkan bahwa kehidupan ini adalah sama adanya, baik kelahiran, kedudukan, maupun jabatanya; semua sama dan berasal dari lima unsur yang sama, yakni Panca Maha Bhuta.
Badan jasmani manusia, berasal dari lima unsur yang tidak kekal, yaitu: unsur tanah, udara, api, angin, dan air.
Di dalam badan, ada jiwa atau roh sebagai unsur rohani atau unsur kesadaran Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa (Warta, 1 : 2006).
Hindu mengajarkan pentingnya hidup rukun. Salah satunya dengan sikap menghormati orang lain yang pada hakikatnya adalah menghormati diri sendiri.
Demikian juga sebaliknya, memusuhi orang lain pada hakikatnya memusuhi diri sendiri. Hindu mengenal ajaran Tat Twam Asi, yaitu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang telah diciptakan oleh Ida Sang Hyang Widhi sebagai suatu keharusan dan kebutuhan demi terwujudnya hidup rukun yang damai, harmonis serta anandham sebagai wujud nyata negara yang mejemuk.
Ada juga ajaran ahimsa karma yang merupkan nilai-nilai ajaran Weda yang universal. Nilai ahimsa yang dipopulerkan oleh Gandhi, menekankan untuk tidak boleh membunuh, menyakiti, memfitnah, iri hati, serta mengadu domba dengan berbagai kebohogan sebagai retorika yang dibalut ajaran agama.
Semua itu, tidak dibenarkan ajaran agama, karena pada hakikatnya menyakiti kehidupan di alam semesta ini.
Agama mengajarkan pentingnya hidup rukun sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang multi dimensi. Dalam Hindu, dikenal ajaran prilaku satyan, sivam, sundharam yakni prilaku jujur, kesucian, dan keharmonisan yang sejati.
Hindu mengajarkan bahwa kebenaran atau kejujuran merupakan prinsip dasar hidup dan kehidupan.
Bila seseorang senantiasa menjalankan kebenaran, maka kehidupan akan sehat selamat dan hidup benar terhindar dari berbagai malapataka dan bencana.
Memperoloh kebijaksanaan dan kemulyaan, kebenaran atau kejujuran dapat dilaksanakan dengan mudah, bila seseorang memiliki keyakinan (sradha).
Dengan sradha ini seseorang akan mantap bertindak di jalan yang benar menuju yang benar.
Dalam Atharva Weda dinyatakan: Atharva Weda uttabhita bhumih, Suryena utttabhita dyauh, Rtena aditas tisthanti, Divi soma adhi sritah (Atharva Weda, XIV.I.I).
Artinya: Kebenaran atau kejujuran menyangga bumi, Matahari menyangga langit, hukum-hukum alam menyangga matahari. Tahun meresapi seluruh lapisan udara yang meliputi atmosfir.
Satyam brhad rtam ugra diksa, Tapo brahma yajnah prthivim dharayanti, Sa no bhutasya bhavyasya patni, Urum lokam prthivinah krnotu (Atharva Weda. XII.I.I).
Artinya: Kebenaran, kejujuran yang agung,hukum-hukum alam yang tidak bisa diubah, pengabdian diri, tapa atau pengekangan diri pengetahuan dan persembahan Yadnya yang menopang bumi, bumi senantiasa melindungi kita.
Semoga dibumi menyediakan ruangan yang luas untuk kita.
Setiap kehidupan mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk membangun kebersamaan dalam keanekaragaman sebagai ciptaan Tuhan yang harus dijunjung tinggi keberadanya.
Nilai hidup rukun sangat kita dambakan. Apalagi, saat bangsa ini sedang mengalami berbagai cobaan, baik yang berskala nasional maupun internasional.
Mari, sebagai hamba Tuhan, kerukunan yang sudah berjalan baik dan memasyarakat ini kita jaga, diimplementasikan dalam berbagai aspek kehidupan.
Sehingga, kita dapat menjalankan kehidupan yang tenteram, jasmani dan rohani sebagai jiwa beragama.
Kerukunan hidup ibaratnya jari-jari tangan yang tidak bisa dipertentangkan antara jempol, telunjuk, jari tengah, jari manis dan kelingking.
Kelima jari ini sejatinya berbeda satu sama lainnya, tetapi mempunyai peran dan fungsi yang berbeda namun sama.
Saling melengkapi, membentuk satu kesatuan yang utuh. Demikian juga perkataan mayor dan minor, bukan terletak pada besar dan kecilnya, namun terletak pada peran dan fungsinya dalam membangun masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pada UUD 1945 dan Pancasila ujarnya bapak Drs. I Nyoman Warta, M.Hum Ditjen Bimas Hindu. (Dw.A/Red)