Hari Ibu Ditetapkan Lewat Kongres Perempuan III Direstui Presiden Soekarno

Perempuan-perempuan penggagas Kongres Perempuan I

SUMENEP, detikkota.com – Tepat hari ini 93 tahun tepatnya 22 Desember 1928 lalu perwakilan dari 30 organisasi perempuan dari kota-kota Jawa dan Sumatra berkumpul di Yogyakarta untuk menyelenggarakan Kongres Perempuan I di sebuah gedung Dalem Joyodipuran milik Raden Tumenggung Joyodipuro.

Kongres perempun pertama ini terinspirasi dari perjuangan perempuan pada abad-19 untuk melawan penjajah. Sejumlah tokoh penting di balik sukses terselenggaranya Kongres Perempuan I adalah Soejatin, Nyi Hadjar Dewantoro, dan R.A. Soekonto.

Banner

Berkumpulnya peremupuan-perempuan ini merupakan bentuk manifestasi dari kesadaran politiknya supaya memperjuangkan hak-haknya lewat satu lokomotif organisasi. Lahirlah organisasi yang lebih besar yakni Perikatan Perkoempolan Istri Indonesia (PPII)

Beberapa isi yang beririsan dengan hak-hak perempuan menjadi topik pembahasan dalam kongres diantaranya, pendidikan bagi anak perempuan, perkawinan anak, kawin paksa, permaduan dan perceraian secara sewenang-wenang, serta peran wanita yang seringkali hanya menjadi “kanca wingking”

Pada Kongres Perempuan III di Bandung Jawa Barat, muncullah untuk menetapkan tanggal 22 Desember yang menjadi saat pertama kalinya kongres perempuan diselenggarakan sebagai Hari Ibu. Pemilihan tanggal 22 Desember ini tidak terlepas dari lipatan sejarah Kongres Perempuan I. Semangatnya, untuk menjadi pengingat bagi generasi penerus akan peristiwa besar yang menjadi tonggak awal progresifitas pergerakan perempuan bumiputera untuk mununtut haknya sebagai seorang perempuan

Bak gayung disambut, Ir Soekarno Presiden Republik Indonesia kala itu merestui semangat yang terbangun daru para perempuan dengan menetapkan, Hari Ibu tanggal 22 Desember sebagai Hari Nasional kemudian didukung Presiden Soekarno melalui Keputusan Presiden Nomor 316 tahun 1959.

Sejak itulah, pada setiap tahun semua masyarakat Indonesia baik Laki-laki dan Perempuan merayakan dengan penuh suka cita setiap 22 Desember sebagai Hari Ibu

*Makna Hari Ibu Bagi Perempuan Masa Kini*

Aktifis perempuan Sumenep Arisya Dinda Nurmala Putri

Perempuan-perempuan di zaman perjuangan sudah meletak kan fondasi kuat yang diparipurnakan lewat sebuah kongres. Lantas bagaimana perempun penerus tetap menjaga api dari sejarah itu dan apa maknanya

Menurut Aktivis perempuan di Kabupaten Sumenep, Arisya Dinda Nurmala Putri mengatakan makna Hari ibu baginya sebagai penanda tentang arti penting perempuan dalam setiap gerak sejarah dalam perjalanan kehidupan berbangsa

Meskipun perempuan yang sudah malang melintang dalam beberapa forum pergerakan ini, juga menyadari tidak mudah bagi perempuan hidup kultur patriarki yang hingga kini masih tetap eksis, sehingga membuat perempuan tersubordinasi dalam ruang-ruang sosial. Perempuan hingga kini sering di streotipkan sebagai penghuni ruang dapur dan hanya boleh beriasdiri dengan berbagai peralatan kecantikan yang menipu

Menurut sisulung dari dua bersaudara, kedepan sangatlah penting untuk memberikan pemahaman sejarah tentang yang melatari lahirnya Hari Ibu kepada Perempuan-perempuan masa kini. Agar kembali percaya diri bahwa ada secercah cahaya bagi perempuan di masa depan dengan jalan berorganisi supaya perempuan kembali mendapatkan hak nya sebagai manusia

“Perempuan adalah bagian penting yang melahirkan peradaban, itu terbukti dari ada momentum Hari Ibu” Ujar aktivis perempuan Front Aksi Mahasiswa Sumenep (FAMS) ini. Rabu 22/12/2021

Untuk itulah, perempuan harus mendapatkan pendidikan dan perlakuan yang layak. Generasi masa lalu sudah meletak pondasinya maka menjadi kewajiban sejarah bagi perempuan masa kini untuk melanjutkan supaya yang menjadi cita-cita politik perempuan dapat tercapai

“Melalui momentum Hari Ibu saya mengajak seluruh kaum perempuan untuk bersama-sama menuntas cita-cita pembebasan perempuan dari kungkungan patriarki,” ajaknya. (TH)

title="banner"
Banner