SUMENEP, detikkota.com – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sumenep, Jawa Timur segera melakukan investigasi dan penelitian terhadap proses penerbitan sertifikat hak milik (SHM) di kawasan pantai Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura seluas 21 hektar. Sebab, terbitnya SHM tersebut dinilai janggal.
Warga sekitar mempersoalkan status kepemilikan lahan oleh perorangan yang akan dibangun tambak garam. Padahal, sejatinya sempadan pantai merupakan milik negara.
Kasi Penempatan Hak dan Pendaftaran, BPN Kabupaten Sumenep, Yudi Hermawan mengatakan, pihaknya telah menerima informasi itu. Bahkan, kasus tersebut saat ini menjadi atensi Kantor Wilayah BPN Jawa Timur untuk ditelusuri permasalahannya.
“Kami segera turun ke lokasi untuk memastikan kawasan tersebut pantai atau lahan. Termasuk, mengecek data dan berkas yang berkaitan dengan dokumen SHM tersebut,” jelasnya, Senin (17/4/2023).
Menurutnya, BPN Sumenep akan mengecek tahun penerbitan dan berkas-berkas yang berhubungan dengan penguasaan lahan seluas 21 hektar tersebut.
“Kami juga belum tahu, tahun terbitnya kapan, kemudian lokasi persisnya dimana, prosesnya bagaimana yang berkaitan dengan penerbitan SHM. Informasinya, SHM itu sudah lama terbit,” imbuhnya.
Pengecekan lokasi dan penelitian seluruh dokumen merupakan standar operasional (SOP) yang harus dilakukan ketika ada permasalahan soal penerbitan SHM.
“Karena sebentar lagi libur lebaran, mungkin setelah itu kami baru bisa ke lokasi. Nanti, perkembangannya akan kami informasikan,” tandasnya.
Sementara ditanya tentang ketentuan penerbitan SHM di kawasan pantai, Yudi menjelaskan, sesuai regulasi, pantai atau tanah negara tidak boleh dikuasai perorangan berupa SHM. Lahan di kawasan tersebut boleh dimohon dengan status hak pakai, bukan hak milik, dengan batas maksimal 30 tahun.
“Pantai memang ada yang diperbolehkan disertifikat, tapi itu kalau perolehannya dari leter C sebagai bukti kepemilikan turun temurun dengan pertimbangan tertentu,” tambah Yudi.
Kalaupun tanah negara dimohonkan untuk hak pakai, lanjutnya, ada ketentuan yang harus dipenuhi. Misalnya, tidak merubah alih fungsinya dan tidak menutup akses jalan.
Sementara itu, tokoh masyarakat Desa Gersik Putih, K. Sahe Yusuf memastikan bahwa, lahan yang bersertifikat tersebut adalah pantai, bukan lahan daratan.
“Sejak saya kecil, di situ memang pantai, bahkan laut. Hanya ketika air surut tanahnya kelihatan, datar seperti lahan lapang,” tuturnya.
Namun dalam perkembangannya, lanjut K. Sahe, pantai di desanya banyak yang dialihfungsikan sebagai tambak garam.
“Sekarang tinggal beberapa saja kawasan sempadan pantai yang tersisa. Itupun katanya akan dibangun tambak garam juga,” tandasnya.(red)