detikkota.com – Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI), aliansi regional yang beranggotakan organisasi-organisasi massa pekerja migran dan mantan pekerja migran Indonesia, menyatakan kekecewaan mendalam atas kegagalan pemerintah Indonesia dalam merealisasikan zero cost
Menurut Ketua JBMI Sring Atin dalam pernyataan sikapnya yang disampaikan dalam rilis yang diterima detikkota.com selepar konfres pernyataam sikap secara virtual, terbitnya Keputusan Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (Kepka) Nomor 214 Tahun 2021 tentang petunjuk pelaksanaan pembebasan biaya penempatan pekerja migran Indonesia. Bukanlah pembebasan biaya atau zero cost, melainkan hanya menggeser beban komponen biaya kepada majikan tempat tujuan penempatan pekerja migran
Dalam mekanismenya, para calon migran terlebih dahulu menalangi seluruh komponen biaya yang tertuang didalam peraturan tersebut. Dengan skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Bank BUMN atau Bank Pembangunan Daerah. Akibatnya, para pekerja terjebak dalam praktek peribaan dan perbudakan hutang
“Dalam keputusan tersebut juga menyatakan bahwa penggantian pembiayaan yang menjadi tanggungan pemberi kerja atau majikan yang sudah dikeluarkan oleh PMI dengan skema KUR dikembalikan dengan skema pengembalian (reimbursment),” jelasnya Senin 16/08/2021
Sialnya kata Sringatin, Pemerintah Indonesia tidak bertanggung jawab ketika pemberi kerja menolak melakukan pengembalian. Sebab, pemerintah tidak memiliki perjanjian kesepakatan kerjasama hukum secara resmi dalam penerapan Kepka Nomor 214 tahun 2021 dengan negara tujuan
“Kebijakan terbaru itu hanya mengelabui masyarakat khususnya para calon PMI dan PMI. seakan-akan pemerintah sudah melakukan pembebasan biaya penempatan dimasa pendemi,” tegasnya
Karena pada hakikatnya, biaya penempatan lebih mahal dari yang sebelumnya dan PMI terancam kehilangan gajinya selama berbulan-bulan demi melunasinya. Merujuk dalam Kepka tersebut komponen pembiayaan diantaranya biaya paspor, jaminan sosial, surat keterangan sehat, pemeriksaan kesehatan dan psikologi di dalam negeri (untuk Taiwan ditambah salmonella) dan lain sebagainya
“Jumlah keseluruhan biaya yang harus dikeluarkan PMI, sebesar Rp. 24.279.000 hingga Rp. 25.779.000 untuk Hong Kong dan 25.808.050 hingga Rp. 27.308.050 untuk Taiwan,” bebernya
Belum lagi, biaya pelatihan kerja Rp. 6.750.000 dan uji kompetensi sebasar Rp. 500.000, ditanggung pemerintah daerah. Lebih jauh penerapan peraturan ini akan berdampak terhadap kerentanan eksploitasi para pekerja migran oleh majikan. Ketika para pemberi kerja tersebut, mengganti pembiayaan pemberangkatan PMI. Karena, merasa sudah membeli para pekera dengan biaya mahal
“Sama sekali tidak bisa menjamin keringanan biaya penempatan seperti yang digembor-gemborkan oleh kepala BP2MI di media masa,” tegasnya
Jika pemerintah ingin meringankan beban PMI atas biaya penempatan yang sangat tinggi. Harusnya kata Sring Atin, pemerintah harus terlebih dahulu menghapus praktek pemaksaan pemberian uang saku atau uang santunan kepada calon PMI/keluarganya
“Untuk biaya pelatihan dan uji kompetensi juga tidak ada jaminan diberikan oleh Pemda ditengah ketidakmampuan mayoritas Pemda,” Dalam rilis tertulis yang selepar konfres virtual yang diterima detikkota.com. Senin 16/08/2021
Selain itu, di tanda-tanganinya peraturan tersebut, merupakan tindakan pemerintah mengorbankan masyarakat dengan cara mengirim keluar negeri menjadi PMI hanya demi mendapatkan devisa PMI untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) karena pendemi covid-19. Padahal akibat pandemi situasi buruh migran di luar negeri sangatlah memperihatinkan. Mulai dari kehilangan kerja, tidak diupah, dilarang libur, jam kerja hingga 17-19 jam per hari, tempat tidur dan makanan kurang layak sehingga mengalami sampai mengalami tiga jenis stress yaitu stress fisik, stress mental dan stress keuangan.
“Seharusnya pemerintah melakukan pembenahan masalah di dalam negeri seperti kemiskinan dan pengangguran,” tandasnya
Atas dasar tersebut JBMI bersama Organisasi-organisasi buruh migran lainnya menuntut Pemerintah Indonesia, “Cabut Kepka Nomor 214 tahun 2021, bebaskan PMI dari jeratan perbudakan hutang, turunkan biaya penempatan PMI
,berikan pilihan PMI untuk memilih masuk P3MI atau kontrak mandiri,” tuntutnya
Untuk diketahui acara konfrensi pers dan pernyataan sikap secara virtual atas terbitnya Kepka Nomor 214 tahun 2021 dihadiri sekitar 60 orang dari berbagai perwakilan organisasi pekerja migran dan akademisi yaitu, Beranda perempuan, PKBI Riau, Kabar Bumi, YSMI, akademisi Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya. Dan organisasi berbasis di luar negeri yaitu, Imwu Hongkong, Mission Movers Indonesia, Atki Hongkong, Ganas Taiwan, Ifn Singapore, Pilar Hongkong, Apmi Hongkong, Perma Ut, LIPMI Hongkong, Gammi Hongkong. (TH)