SUMENEP, detikkota.com – Aksi demonstrasi dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), tolak Omnibus Law Cipta Kerja didepan Gedung DPRD Kabupaten Sumenep, pada hari Senin (12/10/2020) kemarin, sempat ricuh.
Kericuhan aksi demonstrasi diduga berawal dari pelemparan batu dari massa aksi, sehingga kepolisian melakukan tindakan pengamanan terhadap sejumlah mahasiswa.
Hal itu dikatakan AKBP Darman Kapolres Sumenep, bahwa terjadinya kekisruhan antara petugas dan massa aksi lantaran ada pelemparan batu yang dilakukan oleh massa aksi hingga dari situlah petugas bereaksi.
Darman juga membenarkan bahwa ada sejumlah massa aksi atau mahasiswa yang diamankan petugas karena melakukan pelemparan batu.
“Mereka tadi melempar batu. Batu berseliweran tadi. Sehingga kami amankan,” jelas Kapolres Sumenep.
Sementara itu, Maskiyatun Ketua DPC GMNI Sumenep membantah, bahwa pelemparan batu tersebut berawal dari massa aksi, bahkan menurutnya info yang beredar bahwa provokasi itu berwal dari massa aksi tidaklah benar dan Hoax.
“Terkait dengan represi yang dilakukan pihak kepolisian, dari info yang beredar itu diawali provokasi dari massa aksi itu adalah hoax dan tidak lah benar,” tegasnya saat memberikan keterangan press sesaat setelah aksi.
Bahkan dirinya mengaku, memiliki video orang yang melempar batu kepihak kepolisian tersebut dengan ciri memakai sarung, baju putih dan menggunakan helm, dan itu bukanlah massa aksi dari GMNI dan PMII.
“Kami punyak video nya yang melempar kepihak kepolisian bukanlah dari massa aksi, ada penyusup dia pakek sarung baju putih dan memakai helm bukan massa aksi, dan bukan bagian dari kami,” lanjutnya
Selain itu akibat dari kericuhan, disampaikan Maskiyatun ada beberapa massa aksi yang diamankan pihak kepolisian di dua tempat yaitu, Polsek Kota dan Polres, namun yang di Polsek Kota sudah berhasil keluar atas perjuangan massa.
“Terkait dengan massa aksi, tadi ada beberapa massa aksi yang diamankan oleh pihak kepolisian di Polsek Kota cuman yang di Polsek Kota sudah bisa keluar, dan tinggal yang di Polres Sumenep sejumlah 7 orang,” tandasnya.
Kronologi Kericuhan
Menurut Sudirman, salah satu massa aksi, kericuhan itu bermula saat massa aksi mencoba untuk masuk ke halaman gedung DPRD Sumenep, dan mencoba menkomunikasikan dengan pihak kepolisian setelah berdiskusi cukup alot kepolisian memenuhi tuntutan mahasiswa.
“Terjadi negosiasi panjang antara massa aksi dan pihak kepolisian dan ternyata dari pihak kepolisian menyetujui massa aksi masuk kehalaman DPRD Sumenep dengan syarat tidak anarkis, dan dalam pengawalan kepolisian,” paparnya.
Namun saat mahasiswa hendak memasuki, Sudirman mengaku dihalang-halangi oleh pihak kepolisian, kemudian mahasiswa merespon dengan bakar ban dan bikin lingkaran besar.
“Ketika massa aksi mau masuk, pihak kepolisian justru melarang atas dasar instruksi dari Kapolres bahwa hanya perwakilan saja yang boleh masuk, akhirnya terjadilah kericuhan karena massa aksi kecewa, bakar ban dan membentuk lingkaran besar dibalas gas airmata oleh pihak kepolisian,” terangnya.
Namun pemuda yang akrab disapa rosi ini, membantah bahwa ad pelemparan batu dari massa aksi.
Namun menurut AKBP Darman Kapolres Sumenep, menyampaikan aspirasi harus juga melihat situasi. Mereka tahu anggota dewan tak ada di tempat tapi maksakan diri untuk masuk.
“Itu resikonya tinggi, pertimbangan keamanan itu lah saya sama pak Dandim mengambil keputusan bahwa perwakilan lima orang kita dampingi bersama Dandim, saya bisa pertanggungjawabkan kepada ketua dewan. Tapi kalau mereka menginginkan masuk semua, wah itu bukan kantor saya masalahnya. Kalau kantor saya tak masalah,” bebernya. (Md)