SUMENEP, detikkota.com – Kembalinya kantor PT. Garam (Persero) ke Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur membuat cita-cita petani garam seakan-akan tercapai dalam mengembalikan kejayaan Pulau Garam.
Namun, kegelisahan petani garam masih menjadi anomali (Keganjalan) belaka. Pasalnya, pada tahun 2020 ini harga garam kembali anjlok.
Dibandingkan tahun sebelumnya, harga garam kini miris seakan mencekik petani garam itu sendiri. Achmad Ardiyanto, Direktur Utama PT. Garam (Persero), mengatakan bahwa kejayaan Pulau Garam akan kembali jika seluruh elemen bisa bersatu, baik pemerintah dan masyarakat.
“Dalam seminar ini tentu lebih menginginkan bagaimana tataniaga garam bisa stabil lagi. Para mahasiswa ini ingin kejayaan PT. Garam agar kembali, ya ayo kita bersama-sama untuk mengembalikan kejayaan itu,” kata Didik, sapaan akrab Achmad Ardiyanto, usai menjadi pemateri dalam seminar dan lokakarya nasional, Kamis (22/10).
Dalam seminar itu, mahasiswa yang tergabung dalam forum studi mahasiswa hukum Kabupaten Sumenep mengangkat tema “Revitalisasi Kejayaan Garam Madura Demi Tercapainya Kesejahteraan Petani Garam dan Swasembada Nasional”.
Disoal tentang harga garam yang sudah menjadi lumrah dikalangan petani garam, Didik menuturkan jika PT. Garam (Persero) masih berupaya untuk menstabilkan anjloknya harga garam tersebut.
“Soal harga garam anjlok tidak hanya petani saja yang marah, kami pun juga memikirkan ini, bagaimana pemerintah tidak terlalu banyak menyetok garam impor,” terangnya.
“Pesaing kita itu malah lebih mampu menciptakan garam yang lebih murah dan tentu berkualitas. Itu sudah fakta yang ada. Yang menjadi pembeda garam Madura dibandingkan garam impor adalah iklim Madura sendiri yang menyebabkan kualitas garam kita kalah,” tambah dia.
Pihaknya berjanji akan mencari langkah untuk membangkitkan keterpurukan kondisi pegaraman saat ini yang semakin memprihatinkan nasib petani garam.
“Langkahnya kita di internal PT. Garam adalah bagaimana bisa menyiasati ini, harga pasar yang kemudian bisa kita jangkau dengan iklim Madura dan kualitas garam itu sendiri,” paparnya.
Sebagai Direktur PT. Garam (Persero) yang baru menjabat beberapa bulan itu, diharapkan oleh dirinya agar ada pembenahan diri dari tubuh PT. Garam (Persero) sendiri.
“Kalau PT. Garam bisa membenahi diri, maka PT. Garam bisa menolong petani garam, dan sebaliknya. Tentu keberadaan kantor PT. Garam di Sumenep bisa memberikan manfaat bagi masyarakat. Kami tentu butuh dukungan juga dari pemerintah setempat,” ujar Didik.
Sementara itu, Didik juga meluruskan bahwa adanya penurunan dan kenaikan harga garam tergantung dari keadaan pasar. “Yang menentukan harga garam itu bukan Pemerintah, bukan PT. Garam, tapi pasar. Nah, yang impor itu malahan murah,” ucapnya.
Sekedar diketahui, untuk saat ini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep, kata Didik, telah melakukan MoU (Kesepakatan) dalam pembuatan museum garam.
“Pemkab berkeinginan untuk membuat museum garam. Kami sudah melakukan MoU, tinggal kita melakukan kajian. Tapi kajiannya hingg saat ini masih terpuruk, dengan anjloknya harga garam saat ini,” tandasnya. (Md)