SUMENEP, detikkota.com – Polemik soal lahan di pesisir pantai Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur yang bersertifikat hak milik (SHM) atas nama perorangan terus menggelinding. Terbari, warga setempat berkirim surat untuk mendesak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumenep menelaah ulang penerbitan SHM seluas 21 hektar di lahan tersebut.
Sejak awal, warga Desa Gersik Putih yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Menolak Reklamasi (Gema Aksi) menolak rencana pembangunan tambak garam dengan mengalihfungsikan kawasan pantai dan laut oleh pemodal yang difasilitasi oleh Kepala Desa (Kades) setempat.
Penasehat Hukum Gema Aksi, Marlaf Sucipto mengatakan, lahan seluas 21 hektar yang bersertifikat hak milik (SHM) di kawasan pantai harus dibebaskan kembali dan tidak dikuasai perorangan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Saat ini, lanjutnya, pihaknya telah berkirim surat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumenep untuk menelaah kembali penerbiatan SHM yang mereka terbitkan.
“Dalam surat yang dilayangkan, kami minta BPN untuk menelaah ulang atas terbitnya SHM karena kami menduga SHM itu bermasalah. Sebab, objek tanahnya adalah pantai atau laut,” jelasnya, Kamis (4/5/2023).
Marlaf menyatakan, berdasarkan kajian hukum yang dilakukannya, penerbitan SHM bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Sumenep nomor 12 tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2013-2033. Lalu, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 tahun 2017 tentang Perubahan atas PP Nomor Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional serta pasal 5 ayat 2 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
“Berdasarkan ketentuan tersebut, pantai di Dusun Tapakerbau, Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura Sumenep masuk sebagai kawasan lindung setempat,” tegasnya.
Pihaknya menyayangkan karena objek SHM yang diterbitkan oleh BPN Sumenep bukan tanah, melainkan pantai atau laut yang merupakan kawasan lindung. Kawasan pantai tersebut tidak boleh diotak atik sebagai apapun termasuk direklamasi menjadi tambak garam.
“Atas dasar ini, warga menolak rencana pembangunan tambak. Disamping akan berdampak pada ekonomi warga dan lingkungan serta beresiko besar terhadap ekosistem,” ucapnya.
Dalam surat yang sama, pihaknya juga meminta salinan surat pernyataan kepemilikan lahan, girik atau latter C, surat riwayat tanah, dan surat pernyataan tidak sengketa atas terbitnya SHM tersebut.
“Sesuai Undang-undang tentang keterbukaan informasi publik, kami juga minta salinan atau foto copy sejumlah dokumen berkaitan dengan terbitnya SHM,” pintanya.
Sayangnya, Kepala Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura, Muhab belum bisa dikonfirmasi. Nomor kontak yang biasanya dihubungi tidak aktif. Termasuk pesan melalaui whatsapp terlihat masih centang.
Namun sebelumnya, Muhab menyampaikan 21 dari 41 hektar pantai yang awalnya akan dibangun tambak dikuasai per orangan dengan dibuktikan berupa SHM.
SHM tersebut terbit di tahun 2009 melalui program ajudikasi sebelum dirinya menjadi Kepala Desa Gersik Putih. Dia mengklaim, dirinya mengizinkan rencana pembangunan tambak garam oleh pemodal di kawasan tersebut demi kesejahteraan masyarakat setempat.
“Desa nantinya akan mendapat bagian 10 hektar untuk dikelola melalui Yayasan. Dimana hasilnya nanti untuk masyarakat Desa Gersik Putih sendiri,” dalihnya.