SUMENEP, detikkota.com – Polemik pembangunan tambak garam dengan mereklamasi laut di kawasan Pantai Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep menemui jalan buntu.
Dalam rapat koordinasi yang diinisiasi Dinas Penanaman Modal Perijinan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja (DPMPTSP dan Naker) yang dihadiri perwakilan warga yang menolak pembangunan tambak udang dan Pemerintah Desa Gersik Putih menemukan titik temu.
Sebaliknya, dalam rapat tersebut malah terungkap fakta baru, terkait luas reklamasi kawasan laut di Desa Gersik Putih yang akan digarap tambak garam.
Fakta mencengangkan, ada seluas 20 hektar laut yang telah terbit Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) dengan wajib pajak atas nama Mohab, Kepala Desa Gersik Putih.
”Dari 41 hektar yang akan digarap, 21 sudah dikuasi perorangan dengan dasar SHM (sertifikat hak milik). Sementara 20 hektar lainnya sudah keluar SPPT, belum bersertifikat (SHM). Saat ini diusahakan agar dikelola bersama atas nama Kades Mohab,” kata Abd. Rahman Riadi,
Kepala DPMPTSP dan Naker, Selasa (30/5/2021).
Menurutnya, dalam rapat tersebut, Kades Mohab mengaku laut yang di SPPT atas nama dirinya nantinya akan diserahkan ke pemerintah desa untuk dikelola bersama demi kesejahteraan masyarakat.
”Alasan Pak Kades Mohab, tidak mungkin diatasnamakan warga satu per satu. Makanya diatasnamakan dirinya, nanti akan diserahkan ke masyarakat,” imbuh Abd. Rahman menirukan penjelasan Kades Mohab.
Mantan Kepala BPBD Sumenep itu mengaku belum ada kesepakatan antara kedua belah pihak, baik warga yang menolak maupun penggarap serta Pemdes Gersik Putuh. Termasuk, pemilik SHM.
Untuk itu, pihaknya akan mendorong pemerintah desa melakukan komunikasi ulang dengan warga untuk menjelaskan program pembangunan tambak garam di wilayahnya.
”Jadi perlu komunikasi lagi dengan masyarakat supaya kondusif. Apalagi, tadi Kades bersedia untuk menyerahkan lahan yang ber-SPPT itu kepada masyarakat,” kata Rahman.
Sementara itu, perwakilan Pemerintah Desa Gersik Putih, Masdawi mengaku jika 21 hektar dari 41 hektar yang akan digarap dikuasai persorangan atas dasar SHM. Sedangkan, sisanya seluas 20 hektar masih berupa tanah negara.
”Tapi, bukan semua SPPT atas nama Kades. Yang atas nama Kades hanya 6 hektar,” bantahnya.
Masdawi menjelaskan, dari 20 hektar tanah negara, termasuk yang telah ber-SPPT atas nama Kades Mohab akan dibagi dengan pihak penggarap dan masyarakat. Total lahan yang akan diberikan seluas 10 hektar dalam bentuk lahan jadi (telah dibangun tambak.
Pada kesempatan yang sama, Koordinator Gerakan Masyarakat Tolak Reklamasi (Gema Aksi), Amirul Mukminin mengaku heran dengan terbitnya SPPT atas objek lahan di kawasan laut, terlebih SPPT tersebut atas nama Mohab yang tak lain adalah Kepala Desa Gersik Putih.
”Ini fakta baru yang kami terima. Artinya, di luar lahan yang telah ber-SHM atas nama Mohab, masih ada lahan lain yang juga akan diproses untuk ber-SHM atas nama Mohab,” ujarnya penuh heran.
Pihaknya mempertanyakan mekanisme penerbitan SPPT atas objek lahan di kawasan laut tersebut. Dalam waktu dekat, pihaknya juga akan mendatangi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) untuk meminta penjelasan mengenai dasar terbitnya SPPT tersebut.
”Kami menduga ada konspirasi banyak pihak dalam kasus ini. Tidak hanya BPN dan Desa, tapi juga ada pihak lain, termasuk Dinas teknis di Pemkab Sumenep untuk melegalkan kepemilihan lahan yang awalnya laut menjadi milik perorangan,” pungkasnya.