BOGOR, detikkota.com — Usia lima tahun bagi sebuah organisasi pers digital ibarat garis awal konsolidasi karakter. Momentum itu disadari betul oleh Media Independen Online Indonesia (MIO Indonesia) saat menggelar pendidikan dan pelatihan (diklat) kewartawanan di New Karwika Resort & Hotel, Cisarua, Bogor, 26–27 November 2025.
Diklat yang sekaligus menjadi rangkaian peringatan HUT ke-5 MIO itu mengusung tema “Leadership dan Integrity in Journalism – Menuntun Pena, Menyuarakan Kebenaran”, menandai aspirasi besar organisasi: memadukan adaptasi teknologi dengan disiplin etika jurnalistik.
Namun, di balik hiruk-pikuk pelatihan, sorotan utama tertuju pada satu poros yang jarang mendapat panggung terbuka—Dewan Kehormatan MIO Indonesia. Di sinilah arah organisasi dirawat, diwariskan, dan dikoreksi: lewat empiri akademik, gagasan kultural, serta desain kelembagaan yang berorientasi masa depan jurnalisme daring.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Budiharjo: Kompas Etika di Tengah Derasnya Arus Informasi
Ketua Dewan Penasehat PP MIO Indonesia, Prof. Dr. Budiharjo, M.Si, tampil sebagai penanda utama pesan etis organisasi. Akademisi senior yang kerap menjadi rujukan dalam dialog-dialog pers digital itu menegaskan usia lima tahun MIO bukan sekadar angka pertumbuhan anggota, melainkan fase pematangan moral organisasi.
“MIO Indonesia harus memperkuat perannya sebagai organisasi pers digital yang profesional dan berintegritas di tengah arus informasi digital yang semakin deras,” ujar Budiharjo dalam sambutan strategisnya.
Bagi dia, kompas etika harus lebih kokoh daripada kompas popularitas. Popularitas bisa menanjak dengan cepat di jagat digital, tetapi etika—yang merupakan fondasi marwah pers—tidak boleh ikut larut dalam ritme serba cepat itu.
Budiharjo juga memberi apresiasi pada tema besar HUT MIO ke-5: “Bergerak, Berkarya, Berintegritas – Satu Suara, Satu Semangat, Untuk Indonesia”, yang menurutnya menjadi penegasan bahwa kohesi internal tetap harus berangkat dari keutuhan prinsip.
Anto Suroto: Technocrat yang Menyalakan Obor Regenerasi

Di sesi pembukaan diklat, Dr. Anto Suroto, SE, MSc, MM, hadir mewakili Ketua Dewan Pembina MIO Prof. Dr. Edward Omar Sharief Hiariej. Anto yang dikenal sebagai Ketua Umum Aliansi Perdagangan Industri Kreatif Indonesia (APIKI) itu berkesempatan membuka diklat dan menyampaikan sambutan pembuka.
Dalam struktur MIO, Anto diidentifikasi sebagai figur technocrat organisasi. Ia menempatkan pengembangan ekosistem media anggota sebagai prioritas kelembagaan—suatu pendekatan khas birokrat teknis yang menekankan desain sistem ketimbang sekadar simbol organisasi.
Tidak hanya bicara kelembagaan, Anto menyalakan pesan yang bersifat regeneratif.
Ia menegaskan regenerasi jurnalis tidak boleh berdiri di atas kompromi prinsip, melainkan pada kepemimpinan berkarakter dan integritas personal.
Ia mendorong peserta menjadikan MIO sebagai wadah tumbuh, bukan gelanggang negosiasi moral. Di saat yang sama, agenda pembekalan teknologi—khususnya kecerdasan artifisial—juga menjadi perhatian serius dalam penguatan kapasitas redaksi.
Diklat menghadirkan dua pemateri: Dr. Kun Wardana Abiyoto, pakar kecerdasan artifisial, yang memberi pembekalan pemanfaatan AI untuk kerja-kerja jurnalistik; serta Drs. Rustam Fachri Mandayun, tokoh pers nasional, yang memperkuat perspektif etika dan kehormatan profesi.
Bagi Anto, perpaduan itu bukan kebetulan.
“MIO Indonesia harus adaptif teknologi, tetapi tetap puritan dalam kaidah jurnalistik,” katanya, menautkan pesan strategis dengan pilihan kurikulum diklat tahun ini.
Ia lantas menitipkan lima fokus penguatan organisasi ke depan, meliputi pembangunan kepemimpinan berkarakter, peningkatan kapasitas redaksi, penguatan kredibilitas media anggota, perluasan kolaborasi nasional, serta penegasan integritas sebagai identitas organisasi.
Taufiq Rahman: Ingatan Kultural yang Menghidupi Organisasi

Di sesi penutupan, Ketua Dewan Pakar MIO Indonesia, Taufiq Rahman, SH, S.Sos, menyampaikan sambutan penutup sekaligus menutup agenda diklat. Figur yang tidak tercatat dalam 11 nama pendiri di akta notaris maupun Kemenkumham itu justru diakui sebagai pencetus gerakan berdirinya MIO Indonesia—perannya tumbuh dari konsolidasi gagasan dan penggalangan semangat media daring independen, jauh sebelum organisasi dilembagakan secara legal.
MIO, kata Taufiq, lahir pada 10 November 2020, bertaut dengan denyut sejarah Hari Pahlawan, menandai spirit heroik di tengah ekosistem media daring.
Ia mengurai akar gagasan organisasi yang disebutnya tumbuh dari organisasi Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia (IPJI), komunitas pers yang telah eksis selama 25 tahun dan menjadi inkubator pemikiran bagi kelahiran MIO.
IPJI sendiri memiliki estafet kepemimpinan yang panjang dan bertahap:
Taufiq Rahman adalah Ketua Umum pertama IPJI,
dilanjutkan oleh Drs. Lasman Siahaan, SH, MH periode 2017–2025,
dan—sejak 28 Oktober 2025—tongkat kepemimpinan resmi IPJI dijabat oleh Dr. Kun Wardana Abiyoto untuk masa bakti 2025–2030.
“Daya ingat organisasi jangan hanya tersimpan di lembar legal notarial, tetapi juga pada peranan kultural dan gagasan para pendiri gerakan,” ujar Taufiq, mengingatkan bahwa organisasi hidup bukan hanya lewat akta, tetapi lewat gagasan yang dijaga turun-temurun.
AYS Prayogie: Meneguhkan Identitas lewat Integritas
Meski panggung refleksi banyak diserahkan kepada dewan kehormatan, Ketua Umum MIO, AYS Prayogie, turut menyampaikan penegasan penting soal identitas organisasi.
“MIO Indonesia harus memimpin dengan karakter, bukan sekadar jabatan; dan membela kebenaran dengan nurani—bukan sensasi. Integritas adalah identitas kita,” katanya.
Ia juga mengajak seluruh anggota memanfaatkan AI sebagai alat bantu, tetapi tetap menundukkan teknologi pada bingkai tanggung jawab editorial dan etika.
Lima Tahun, Satu Pesan
Usai pelatihan ditutup, rangkaian HUT ke-5 MIO menegaskan simpul pesan utama dari Dewan Kehormatan: arah etis yang dirawat Prof. Budiharjo, desain regenerasi dan teknologi yang dinyalakan Dr. Anto Suroto, serta narasi ingatan kultural yang dijaga Taufiq Rahman.
Kehadiran figur IPJI lain seperti Nasir Umar dan Christy Lemon yang mendampingi penutupan diklat mempertegas bahwa hubungan antarkomunitas penulis dan jurnalis daring masih menjadi energi utama MIO Indonesia.
Pada usia lima tahun, MIO menolak berhenti pada seremoni.
Organisasi ini hendak menegaskan misi lebih besar: bergerak bersama, berkarakter digital, dan berintegritas jurnalistik, selaras napas sejarah yang melahirkannya pada 2020.
Penulis : Red
Editor : Red







