MAKKAH, detikkota.com — Sejumlah persoalan terkait tata kelola dan kepatuhan terhadap regulasi setempat dilaporkan terjadi di Sekolah Indonesia Makkah (SIM). Informasi yang diterima menyebut adanya ketidakteraturan administrasi hingga dugaan pelanggaran aturan pendidikan Arab Saudi.
Salah satu persoalan utama adalah tidak adanya transparansi data murid yang wajib dilaporkan kepada kementerian terkait di Arab Saudi. Selain itu, penggabungan siswa dan siswi dari tingkat TK hingga SMA juga dinilai tidak sesuai dengan ketentuan pemerintah Saudi yang mensyaratkan pemisahan gender pada jenjang tertentu.
Lingkungan sekolah turut menerima keluhan dari warga sekitar akibat banyaknya kegiatan yang berlangsung hingga larut malam, menyebabkan murid pulang pada jam tidak wajar. Situasi ini disebut beberapa kali mengundang kedatangan petugas pengawas dari otoritas Saudi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Kinerja Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Sekolah juga menjadi sorotan setelah disebut kerap menghindar setiap kali muncul masalah dengan pihak Saudi. Padahal, komunikasi dapat dilakukan dengan pendamping dari staf sekolah yang memahami prosedur, seperti figur senior yang tersedia.
SIM juga dilaporkan menerima siswa yang menggunakan visa ziarah, meskipun jenis visa tersebut tidak diizinkan untuk keperluan pendidikan oleh pemerintah Arab Saudi. Selain itu, ada murid tanpa dokumen lengkap yang tetap mengikuti pembelajaran secara daring, sehingga dinilai mengganggu efektivitas belajar serta aktivitas orang tua.
Dari sisi internal, PLT Kepala Sekolah disebut meminta tambahan gaji di luar tugas pokoknya sebagai guru utusan Indonesia. Ketika permintaan tersebut tidak dipenuhi oleh staf tata usaha, posisi staf terkait kemudian digantikan. Sementara itu, guru honorer baru dikabarkan langsung menerima gaji meski seharusnya belum berhak mendapatkannya pada dua bulan pertama masa tugas.
Transparansi mengenai gaji honorer juga dipertanyakan karena informasi yang diberikan hanya berupa angka global sebesar 14.000 riyal tanpa rincian pembagian per orang. Pada saat bersamaan, sejumlah guru yang mengajar pada shift siang tidak memperoleh tambahan gaji, kendati iuran wali murid sempat dinaikkan dari 150 menjadi 225 riyal sebelum disesuaikan kembali menjadi 200 riyal untuk anak pertama dan 150 riyal untuk anak kedua.
Persoalan lain berkaitan dengan Rencana Kebutuhan Anggaran Sekolah (RKAS). SIM yang dilaporkan menerima dana sekitar Rp1 miliar dianggap tidak transparan dalam penggunaannya, berbeda dengan Sekolah Indonesia Jeddah (SIJ) yang menerima Rp3 miliar. Padahal, beberapa kebutuhan utama SIM seperti sewa gedung sebesar 500.000 riyal, biaya kafil 200.000 riyal, dan listrik sekitar 10.000 riyal telah ditanggung oleh pemerintah Indonesia.
Hingga kini, orang tua murid dan sejumlah pihak internal meminta adanya perbaikan tata kelola serta transparansi dalam pengelolaan sekolah.
Penulis : S/Red
Editor : S/Red







