SUMENEP, detikkota.com – Bawaslu Kabupaten Sumenep, menggelar acara Sosialisasi Pengawasan Partisipatif dan Pemetaan Kerawanan Pemilihan Tahun 2024, di Aula Hotel Asmi Lantai III, Jalan Kapten Tesna, Lingkungan Delama, Pajagalan, Kecamatan Kota Sumenep, Minggu (18/08/2024).
Hadir Ketua Bawaslu Sumenep, Achmad Zubaidi, beserta anggotanya, yaitu Hosnan Hermawan, Moh Rusydi Zain ZA, Addahrariyatul Maklumiyah, dan Muarep.
Hadir juga Kapolres Sumenep, AKBP Henri Noveri Santoso, dan pemateri utama acara, Lukman Hakim, Pemimpin Redaksi Jawa Pos Radar Madura.
Acara ini turut dihadiri oleh ratusan perusahaan media, baik online, cetak, maupun elektronik yang tergabung dalam berbagai asosiasi media dan organisasi kewartawanan.
“Kami tidak ingin berjalan sendiri dalam menyelenggarakan pemilu. Kami butuh peran media dalam kelancaran tugas-tugas pengawasan dan setiap tahapan yang ada,” ujar Ketua Bawaslu Sumenep, Achmad Zubaidi.
Ia menjelaskan bahwa hasil pemetaan kerawanan pemilihan tahun 2024 akan menjadi dasar bagi Bawaslu Sumenep dalam mengambil langkah mitigasi dan upaya pencegahan.
“Hal ini bertujuan agar pelaksanaan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sumenep, serta Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur pada 27 November 2024, dapat berjalan aman, lancar, tertib, dan damai,” jelasnya.
Ia juga menambahkan bahwa berbagai program pencegahan harus melibatkan semua pihak, termasuk KPU, Pemerintah Daerah, Polri, dan TNI.
“Kami berharap seluruh stakeholder bersinergi dan berpartisipasi dalam bentuk pencegahan terhadap berbagai kerawanan pemilihan 2024. Dari sisi pengawasan, kami siap melakukan pengawasan maksimal agar terlaksana Pemilihan 2024 yang berintegritas,” tegasnya.
Untuk memudahkan pemetaan kerawanan, Bawaslu membagi kerawanan dalam empat dimensi, yaitu; Konteks Sosial Politik, Penyelenggaraan Pemilu/Pemilihan, Kontestasi, Partisipasi.
Keempat dimensi ini dijabarkan menjadi 61 indikator. Dari hasil pemetaan, terdapat 10 indikator kerawanan yang berpotensi terjadi dalam Pemilihan 2024 di Kabupaten Sumenep, di antaranya:
1. Imbauan untuk memilih calon tertentu dari pemerintah lokal;
2. Adanya konflik antar pendukung peserta/paslon;
3. Putusan DKPP terhadap jajaran KPU/Bawaslu;
4. Materi kampanye bermuatan SARA di tempat umum;
5. Rekomendasi Bawaslu terkait ketidaknetralan ASN/TNI/POLRI;
6. Intimidasi terhadap penyelenggara pemilu;
7. Iklan kampanye di luar jadwal;
8. Bencana alam yang mengganggu tahapan;
9. Pemilihan suara ulang;
10. Surat suara yang tertukar.
“Kerawanan paling dominan ada pada dimensi konteks sosial dan politik, khususnya pada indikator imbauan untuk memilih calon tertentu dari pemerintah lokal,” pungkasnya.