Cerobong Asap Radikalisme Bagi Millenial

Sururoh Uthman
Banner

JAKARTA, detikkota.com – Indonesia kembali dikejutan dengan tragedi peyerangan mabes polri oleh seorang perempuan yang di duga terpapar paham radikalisme. Belakangan diketahui bahwa pelaku penembakan menulis surat wasiat kepada keluarga agar menjauhi kegitan yang tidak sesuai dengan aturan islam versinya dan berpaling dari pemerintahan yang Thoghut.

Sebelumnya di Makassar terjadi pula kejadian Bom bunuh diri oleh sepasang suami dan istri generasi millenial yang meledakkan diri di gereja Katedral, kejadian ini menewaskan dua orang pelaku dan menyebabab belasan warga sipil yang berada di sekitar lokasi kejadian luka luka.

Banner

Fenomena radikalisme yang terjadi dikalangan millennial Indonesia kini semakin menjadi jadi. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengeluarkan hasil survei nasional tentang potensi radikalisme. Hasilnya cukup mengejutkan, yaitu 85 persen generasi milenial rentan terpapar paham radikal. Dari celah mana sebenarya pikiran-pikiran paham radikalisme mulai masuk dan menyelimut keidupan para millennial perempuan?
Memang pemahaman baru, baik itu radikal atau tidak paling mudah masuk dalam dunia pendidikan, apalagi dunia kampus. Disamping mencari jati diri untuk aktualisasi, mengikuti berbagai kegiatan di kampus bagi mahasiswa juga memperkaya pengalaman.

Menurut kajian Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), setidaknya ada tujuh kampus yang terpapar radikalisme pada 2018. Setahun berselang, Setara Institute merilis 10 kampus yang disusupi paham radikal. Kampus-kampus itu antara lain Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas Brawijaya, Universitas Diponegoro, dan Universitas Gajah Mada. Kajian BNPT dan Setara Institute seolah mengamini hasil survei yang dirilis Alvara Research Center pada 2017. Ketika itu, Alvara menemukan sebanyak 17,8% mahasiswa mendukung pendirian khilafah.
Kelompok-kelompok radikal akan mengajak calon targetnya untuk mengikuti sebuah kajian dengan kelompok kelompok kecil dan mereka akan menyasar anak anak yang belum memiliki banyak kegiatan di kampus.

Pola kegiatan mahasiswa yang biasa diikuti oleh mahasiswa baru bukan semuanya salah, ada juga yang memang benar benar di buat untuk menambah skill berorganisasi dan menambah kemampuan-kemampuan lain seperti kemampuan bahasa, olahraga, pecinta alam, kajian keagaaman yang relevan dan lain sebagainya.

Pola kegiatan ini yang memang harus dikawal betul oleh pihak kampus. Tindakan preventif seperti survei tahunan terhadap minat dan bakat peserta didik juga bukan ide yang buruk. Dalam kata lain pihak kampus harus mengawal secara tuntas kegiatan yang berada di lingkungan kampus tanpa membatasi hak-hak mahasiswa.

Selain pengawasan dari lingkaran pendidikan, langkah preventif dari pihak keluarga juga menjadi aspek penting. Jangan sampai anak menjadi tidak nyaman dengan keadaan keluarga yang memiliki banyak permasalahan sehingga anak memilih untuk mencari lingkungan yang nyaman diluar lingkungan keluarga. Alhasil yang dianggap sebuah kenyamanan adalah bentuk dari pengelabuan paham radikalisme.

Pengaruh konsep islam radikal juga erat kaitannya dengan keutuhan pemahaman ilmu agama dasar. Banyak yang akhirnya mencari pemahaman terkait keagamaan dasar menggunakan cara yang instan. Media Sosial misalnya. Generasi millennial akan mengadalkan media sosial untuk mencari segala informasi yang dibutuhkan termasuk kebutuhan informasi agama yang mendasar. Tahun 2017 misalnya Yogrt sebuah aplikasi media sosial berbasis lokasi, dalam surveinya menemukan bahwa secara keseluruhan sebesar 79% media sosial dijadikan sebagai sumber informasi.

Tingginya angka penelusuran informasi di media sosial bagi millennial sejak beberapa tahun lalu, menunjukkan bahwa tidak sedikit yang menggunakan sosial media untuk melandasi kerangka berpikirya termasuk ilmu agama. Seperti contoh Mantan Returnis ISIS Nurshadrina Khaira Dhania. Ia bersama belasan keluarganya beberapa tahun silam nekat mengunjungi Suriah dan terpapar propaganda yang di lakukan oleh ISIS ( Islamic State of Iraq and Syiria). Seorang anak berumur 15 tahun bisa mengajak sebagaian keluarganya untuk pergi ke sebuah daerah yang konon adalah surga. Padahal semua itu hanya tipuan belaka.

Semua tipu daya yang diterima oleh Dhania bersumber dari media sosial. Dhania sendiri kini telah sadar dan kembali ke Indonesia. Saat ini dia menyuarakan deradikalisasi untuk anak milenial, supaya kritis melawan propaganda radikalisme yang banyak bertebaran di media sosial.
Pencegahan preventif terhadap penggunaan media sosial yang buruk adalah dengan meliterasi penggunaan media sosial. Bahwa tidak semua informasi yang berada di media sosial adalah benar dan bisa di jadikan landasan kerangka berpikir apalagi ini menyangkut hal beragama.

Profil penulis: sururoh adalah kader kohati ciputat yang saat ini fous pada isu pengembangan pemuda. Selain di Kohati, dia juga aktif di pengurus pusat ikatan pelajar putri Nahdhatul ulama (IPPNU) dan OIC Youth Indonesia , payung organisasi yang menaungi organisasi kepemudaan islam di Indonesia. Saat ini ia aktif berbicara di forum nasional dan international. Ia baru saja mengikuti forum Istanbul Youth Summit tahun 2021 di Turkey. (Sururoh Uthman)

title="banner"