SUMENEP, detikkota.com – Kegiatan reklamasi sempadan pantai di kawasan Pelabuhan Batuguluk, Desa Bilis-Bilis, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur dinilai meresahkan warga sekitar. Mereka khawatir terjadi abrasi dan berdampak pada lingkungan.
Atas kekhawatiran itu, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Badan Investigasi dan Informasi Keadilan (BIDIK) mengadukan kegiatan reklamasi tersebut ke Polres Sumenep, pada Senin (11/9/2023) kemarin.
Ketua DPC LSM BIDIK Kecamatan Arjasa, Muhlis Fajar mengatakan, selain merusak lingkungan kegiatan reklamasi itu juga diduga tidak mengantongi izin resmi dari instansi berwenang.
“Setelah kami lakukan investigasi, kuat dugaan aktifitas reklamasi di bibir pantai itu tidak mengantongi surat izin,” kata Muhlis, Selasa (12/9/2023).
Pihaknya meminta Polres Sumenep bisa segera menindaklanjuti persoalan tersebut karena diduga telah melanggar Perda Provinsi Jatim Nomor 1 tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Jawa Timur Tahun 2018-2038.
“Kami mendesak Polres Sumenep segera menindaklanjuti ke bawah,” harap Muhlis.
Muhlis melanjutkan, pihaknya telah meminta keterangan dari Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sumenep, Arif Susanto mengenai reklamasi bibir pantai sepanjang 45 meter itu. Namun DLH berkilah bahwabmasalah itu bukan kewenangannya, tetapi menjadi kewenangam Pemprov Jatim.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pengelola reklamasi pantai, Mukhtar mengaku, lahan yang diuruk adalah lahan milik pribadi berdasarkan Sertipikat Hak Milik (SHM).
“Itu bukan reklamasi, tapi saya menguruk lahan milik pribadi pada bagian sempadan pantai. Jadi, itu (bagian yang diuruk) masih lahan saya,” katanya.
Itang, sapaan akrab Mukhtar tidak membantah jika memang tidak mengantongi izin atas dasar alasan menguruk lahan sendiri.
“Bukan saya mau menentang aturan. Kalau memang ada peluang untuk mengurus izin, akan saya urus,” tuturnya.
Menurutnya, sempadan pantai yang diuruk kira-kira sepanjang 20 meter dari batas lahan miliknya. “Bukan 45 meter,” imbuhnya.
Pengurukan itu lanjutnya, telah dilakukannya sejak tahun 2007. Bahkan tidak hanya dirinya, pengurukan serupa juga banyak dilalukan pemilik lahan lain di sekitarnya.
“Kalau memang tidak boleh dan harus mengurus izin, kenapa baru sekarang,” tanya Itang, memungkasi pembicaraanya.