detikkota.com – Masuknya Indonesia di peringkat ketiga di Asia menurut survei Lembaga Transparency Internasional. Survei ini digelar sejak Juni terhadap 25.000 responden di 17 negara Asia.
Mengapa ini terjadi, lantaran lemahnya hukuman dan kedua aturan terkait Korupsi berubah-ubah, ketiga sistem ini sudah mengakar di parpol lantaran dijalankannya sistem ‘mahar politik’.
Sejumlah menteri ditangkap KPK seperti, mantan menpora Imam Nahrawi, mantan Mensos Idrus Marham dan lebih baru lagi Menteri KKP Edhy Prabowo.
Bagaimana mungkin jika UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) 31 Tahun 1999 dan No 20 Tahun 2001 terus dipreteli dan juga hukuman kerap diringankan ?…
Kebijakan ajaib lagi yang mana program asimilasi dan pengurangan hukuman atau remisi.
Coba saja, di terapkan model perampasan kekayaan dengan kata lain memiskinkan para koruptor atau penerapan hukum mati. Ujar Baihaki Akbar, S.E., S.H. (Sekjen LARM-GAK & ORMAS HIPPMA).
Masih dengan Baihaki Akbar. Baru koruptor akan jera, dan selama hukuman masih ringan dan kebijakan lemah serta berubah-ubah maka jangan mimpi index persepsi korupsi (IPK) kita akan jadi baik.
Sejauh ini, sudah 300 kepala daerah tersangka Korupsi dan terakhir Walikota Cimahi yang di tangkap KPK.
Moral Mahkamah Konstitusi (MK) saya juga mempertanyakan saat mereka memperbolehkan koruptor dan mantan koruptor ikut Pilkada, dan seharusnya MK Menolak, UU Parpol No 2 Tahun 2008 dan No 2 Tahun 2011, perlu juga di revisi yang mana para koruptor tidak bisa di calonkan atau mencalonkan sebagai kepala daerah sampai presiden.
Dan Indonesia perlu belajar dari Vietnam, Korea Utara, Taiwan dan Cina, dimana sejak hukuman mati bagi koruptor di berlakukan maka tingkat Korupsi mereka turun drastis.
Dengan ini kami Dewan Pimpinan Pusat LARM-GAK & ORMAS HIPPMA meminta dengan hormat kepada Presiden RI dan DPR RI untuk segera membahas dan menetapkan hukuman mati buat para koruptor, ujar Sekjen LARM-GAK & ORMAS HIPPMA (Baihaki Akbar, S.E., S.H.).
Wartawan Redho.