PAMEKASAN, detikkota.com – Tahun 2021, Kementerian Sosial (Kemensos) telah melanjutkan 3 program bantuan sosial (bansos), yakni berupa Kartu Sembako/Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Program Keluarga Harapan (PKH), dan Bansos Tunai (BST). Bantuan ini dilangsungkan guna meringankan beban masyarakat akibat dampak pandemi Covid-19.
Namun, program yang sempat menyeret Juliari Batubara, Menteri Sosial soal kasus korupsinya, nampaknya juga berimplikasi pada pelaksanaan penyaluran di sejumlah daerah. Seperti yang terjadi di Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur.
Sebelumnya, program bansos BPNT di Pamekasan sempat disorot masyarakat, lantaran adanya agen e-warung yang diduga melakukan penyimpangan. Hal itu terjadi di Kecamatan Kadur Pamekasan Madura, yang kemudian berakhir dengan pemberhentian agen.
Teranyar, dugaan penyelewengan program BPNT ini juga terjadi pada agen e-warung (S) di Kecamatan Pademawu Pamekasan. Salah seorang warga yang tidak ingin disebutkan namanya yang berinisial ft mengatakan, sejumlah bantuan yang diterima di duga tidak sesuai dengan Pedoman Umum (Pedum) Pemerintah pusat.
“Bantuan sembako yang kami terima sudah dalam bentuk paketan tanpa ada kesempatan untuk memilih, Sebelumnya tidak ada penawaran, mau memilih komoditi yang mana. Langsung disuruh ngambil, habis itu dibawa pulang,” ungkap salah satu warga keluarga penerima manfaat (KPM) bansos BPNT di Desa Pademawu Timur, Senin, (5/7/2021).
Ft mengatakan, Paket sembako yang diterimanya yaitu berupa beras 10 kg, kacang 1/4 kg, telur 1 kg, dan daging sapi 1/2 kg. Namun, jika diperkirakan total harga jika dibeli di pasaran diduga tidak sampai Rp. 200 ribu, sementara kualitas beras terakhir yang di terima berlabel merek Bunga tanpa terdapat label premium sesuai peraturan yang sudah di tetapkan oleh kemensos.
“Berasnya yang kami terima, seperti beras buatan lokal. Mereknya Bunga namun tidak ada nama perusahaan atau CV pembuatnya dan tidak ada label premiumnya. Dugaan saya semuanya tidak sampai Rp. 200 ribu lah,” ungkapnya.
Lanjut ft, dugaan penyaluran pemaketan sembako ini diperkirakan sudah berjalan 2 tahun. Bahkan sebelumnya keluarganya yang tercatat di KPM itu juga sempat menerima bantuan telur busuk dari agen inisial (S). Setelah melalui beberapa kesepakatan, komoditi telur busuk itu kemudian dikembalikan dan digantikan dengan yang baru.
Adanya hal tersebut diakuinya sangat meresahkan banyak KPM di wilayah setempat. ft menyebut, banyak KPM yang sudah beralih ke agen lain dikarenakan komoditi yang diberikan dinilai tidak sesuai dengan spesifikasi yang sudah di tetapkan.
Terpisah, Santi Oktavia selaku Koordinator Daerah Dinsos Pamekasan mengatakan, bahwa adanya sistem pemaketan terkait bansos memang tidak diperbolehkan. Hal itu merujuk pada aturan teknis pelaksaan tahun sebelumnya, baik di tahun 2019 maupun tahun 2020.
“Kemarin kita sempat turun yang di Pademawu, cuman memang untuk Pademawu Timur belum. Nanti keluhan ini akan kami tindaklanjuti ke bawah,” ujar Santi saat dikonfirmasi.
Ia tidak menampik, bahwa saat ini pihaknya masih berbenah soal penunjukan agen. Menurutnya, agen yang nantinya tidak layak, bukan toko kelontong maupun melakukan penyimpangan, akan berlanjut pada penghapusan atau digantikan dengan agen yang lain.
Lebih lanjut, Santi akan memastikan kebenaran keluhan KPM, baik dari dugaan sistem pemaketan yang dilakukan oleh agen maupun kualitas bantuan yang diberikan. Pihaknya akan mengambil langkah tegas, baik nantinya melalui teguran hingga pemberhentian atau penghapusan agen tersebut.
“Makanya ketika ada permasalahan seperti ini kita tindak lanjuti, bener ndak apa yang disampaikan (KPM,red) tadi. Cuma, sistem pemaketan itu tidak dibenarkan memang, tidak boleh, “tutupnya. (Fauzi)