Abstrak
Pancasila yang di jadikan sebagai system filsafah bangsa Indonesia mempu dijadika sumber dari segara penjebaran norma hokum, morak dan juga kenegaraan.Namun pada Era reformasi politik memiliki peranan yang semakin jauh dari fungsinya, dimana peranan Pancasila hampir tidak dipergunakan karena politik yang fasib dan tidak mengenal hukum serta juga ampunan, selain itu mampu membunuh setiap individu yang menentang dasar idiologi yang mereka pahami. Pergolakan masyarakat dalam menghadapi perbedaan yang berkembang menimbulkan konflik dan problematika yang menimbulkan selisih paham dalam menanggapi setiap permasalahan yang ada, dimana penistaan agama menjadi topik yang tidak henti-hentinya dibicarakan diberbagai media baik media elektronik maupun media cetak.
Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah :
1) Bagaimanakah nilai-nilai Pancasila dalam membangun etika politik di Indonesia;
2) Faktorfaktor apakah yang menjadi penghambat dalam membangun etika politik di Indonesia berdasarkan nilai-nilai Pancasila?
Metode penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan sumber data primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan melalui interview (wawancara), kuesioner (angket), observasi (pengamatan), studi kepustakaan dan gabungan ketiganya. Teknik analisis data yang digunakan yaitu teknik analisis deskriptif. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa dari sudut pandang etika politik, manusia memiliki dimensi politis yang dapat dikaji antara lain manusia sebagai makhluk sosial, manusia dengan dimensi kesosialannya dan dimensi politis kehidupan manusia. Pada implementasinya, etika politik di Indonesia masih terdapat berbagai pelanggaran yang dipengaruhi oleh beberapa faktor di mana Pancasila sebagai falsafah Negara menjadi pedoman dan acuan yang harus dipahami dan dimaknai guna penyelenggaraan kehidupan bernegara.
Kata Kunci: Etika Politik, Nilai-Nilai Pancasila, Politik
PENDAHULUAN
Pancasila pada hakikatnya dikatakan sebagai system filsafat yang merupakan sebuah nilai sumber dari segala penjabaran norma hokum, norma moral dan juga norma kenegaraan. Ketika berbicara tentang suatu filsafat Pancasila, maka di dalamnya terdapat sebuah pemikiran yang mendasar, kritis , sistematis, rasional , dan juga menyeluruh. Pancasila sebagai dasar negara yang dijadikan pedoman bangsa Indonesia bisa digunakan sebagai pengatur moral masyarakat Indonesia , ketika diamalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara(Kartika,2015).
Namun pergolakan masyarakat Indonesia dalam menghadapi perbedaan yang berkembang saat ini menimbulkan konflik dan problematika yang menyebabkan selisih paham dalam menanggapi setiap permasalahan yang ada, dimana penistaan agama menjadi topik yang tidak henti-hentinya dibicarakan diberbagai media baik media elektronik maupun media cetak. Penerapan Sistem Etika Politik yang berdasar pada Pancasila dalam membentuk manusia yang berjiwa nasionalisme dan juga Pancasila sangat diperlukan. Ketika seserang memiliki jiwa yang Pancasilais maka mereka mampu beriman dan juga bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam menjalani keimanan sesuai dengan agama yang di anutnya.
Sehingga terbentuklah persekutuan hidup bersama yang disebut rakyat dengan hakikat merupakan unsur negara dan wilayah pemerintah yang berdaulat secara adil atau dengan kata lain perkataan keadilan sosial pada hakikatnya sebagai tujuan dari lembaga hidup bersama yang disebut negara. Etika dapat membantu manusia untuk berperilaku secara bebas namun tetap bisa dipertanggungjawabkan karena setiap tindakannya selalu lahir dari keputusan pribadi bebas dengan selalu bersedia untuk mempertanggung jawabkan tindakan tersebut.
Era reformasi sekarang politik memiliki peranan yang semakin jauh dari fungsinya, dimana peranan Pancasila hampir tidak dipergunakan karena politik yang fasib dan tidak mengenal hukum serta juga ampunan, selain itu mampu membunuh setiap individu yang menentang dasar idiologi yang mereka pahami. Yang secara tidak langsung hal ini bisa mencemari dan menodai Pancasila. Pada sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” dimana terdapat pemahaman politik yang salah dengan menjadikan uang sebagai tuhan , karena banyak yang beranggapan jika uang bisa mencapai tujuan dan juga kekuasaan.
Pada Sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan yang Adil dan beradab” , politik dinilai sudah tidak mencerminkan sikap kemanusiaan, dan juga keadilan dimana banyak individu yang sangat haus akan posisi dan ingin mengusai bengsa demi mencapai keinginan dan memperkaya diri mereka sendiri melalui jalan kebohongan. Rasa kesatuan yang sesuai dengan Sila Ketiga hingga Kelima hampir tidak ditemukan karena paham politik yang dianut salah dan sikap pemimpin yang tidak lagi menjunjung nilai kebersamaan serta keadilan yang tidak setara berpengaruh pada penyimpangan politik terhadap asas negara Indonesia yang di dasarkan Pada Pancasila dan Undang Undang Dasar Tahun 1945.
Pergolakan politik yang sedang berkembang di berbagai media menggambarkan bahwa secara secara etika politik tidak lagi berpedoman pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila (Febriany&Dewi,2021). Hal ini disebabkan oleh kelompok yang lebih mementingkan kepentingan golonganya dibandingan kepentingan umum. Isu tentang pementingan golongan sudah nampak sejak lama dari terbentuknya organisasi masyarakat yang mengatasnamakan agama. Ini menunjukkan bahwa politik yang seharusnya sebagai ranah untuk berdebat secara positif tidak lagi tercermin dalam diri bangsa Indonesia, sehingga etika berpolitik tidak lagi diharagai. Maka dari itu penulis bermaksud melakukan penelitian berkaitan dengan “Membangun Etika Politik Di Indonesia Menggunakan Nilai-Nilai Pancasila ”.
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian rumusan masalah dalam penulisan ini adalah :
1) Bagaimanakah peranan nilai-nilai Pancasila dalam membangun etika politik di Indonesia ?
2) Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat dalam membangun etika politik di Indonesia berdasarkan nilai-nilai Pancasila ?.
Serta untuk tujuan dari penelitian ini adalah:
1) Untuk mengkaji dan mengetahui peranan nilai-nilai Pancasila dalam membangun etika politik di Indonesia.
2) Untuk mengetahui factor-faktor yang menjadi penghambat dalam membangun etika politik di Indonesia berdasarkan nilainilai Pancasila.
Setiap penelitian yang dilakukan pasti diharapkan agar dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya mengenai peranan nilai-nilai Pancasila dalam membangun etika politik di Indonesia. Demikian juga hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis, yaitu: adapun manfaat teoritis dalam penelitian proposal ini yaitu, sebagai sumbangan pemikiran untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan terhadap hukum khususnya dalam bidang pendidikan moral yang berkaitan dengan Pancasila yaitu etika politik.
Adapun yang menjadi manfaat praktis dalam penelitian proposal ini yaitu bagi masyarakat hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai acuan apabila berkecimpung dalam bidang politik. Masyarakat seharusnya berhati-hati dalam menghadapi lawan politik, karena jika salah mengambil keputusan dapat menimbulkan permasalahan yang lebih banyak.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum primer dan sekunder(Kartika,2015). Penelitian hukum normatif yang dilakukan yaitu dengan meneliti adanya kekosongan norma, norma kabur maupun konflik norma.
Penelitian ini dengan memgkaji sumber pustaka, jurnal penelitian dan dokumentasi yang berkaitan dengan etika politik yang ada di Indonesia. Pendekatan dalam penelitian hukum dimaksudkan adalah bahan untuk mengawali sebagai dasar sudut pandang dan kerangka berpikir seorang peneliti untuk melakukan analisis.
Adapun sumber data yang diperoleh adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelitian melalui kepustakaan (Library Research) .Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang terdiri dari :
Data primer merupakan data yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Data primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan. Data sekunder yaitu berupa semua publikasi yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi meliputi bukubuku teks, kamus-kamus dan jurnal-jurnal.
Data sekunder yang berupa buku-buku dan harus relevan dengan topik penelitian. Data tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap data primer dan sekunder, seperti kamus, ensiklopedi dan seterusnya .
Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan interview (wawancara), keuesioner (angket), observasi (pengamatan), studi kepustakaan dan gabungan ketiganya. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah yaitu dengan menggunakan teknik analisis diskriptif yaitu merupakan teknik yang paling mendasar dan bersifat mutlak.
Hal ini mengandung pengertian, teknik ini harus dilaksanakan dalam pembahasan agar pembahasan dapat dipahami oleh orang lain. Dalam penelitian ini berdasarkan teknik analisis diskriptif, isu-isu hukum digambarkan atau diuraikan secara lengkap dan jelas sehingga dapat diketahui duduk persoalannya dan dapat ditentukan arahnya untuk mencapai suatu solusi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Etika berasal dari bahasa Yunani, “ethos” yang berarti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kebiasaan, adat, akhlak, watak, sikap, perasaan dan cara berpikir. Jika dilihat dari sudut pandang etika politik, pada dasarnya manusia memiliki dimensi politis yang dapat dikaji antara lain manusia sebagai makhluk sosial, manusia dengan dimensi kesosialannya dan dimensi politis kehidupan manusia.
Manusia sebagai makhluk sosial dapat diartikan sebagai bentuk kesetaraan di mana manusia memiliki kebebasan untuk melaksanakan aktivitas atau tindakan seperti apa yang diinginkan di tengah masyarakat. Artinya, manusia akan dianggap sebagai makhluk sosial ketika mereka dapat beradaptasi dan berkembang berkat orang lain. Manusia dengan dimensi kesosialannya dapat diartikan sebagai bentuk penemuan jatidiri manusia ketika berhubungan dengan orang lain.
Sedangkan dimensi politis kehidupan manusia dapat diartikan sebagai fungsi pengatur kerangka kehidupan masyarakat secara efektif dan normatif (Pasaribu, 2013).
Pada dasarnya, politik dan Negara merupakan satu kesatuan yang utuh. Di mana asas politik dianggap sebagai dunia ideal yang tidak mencontohkan kerasnya realitas yang terjadi di dalam politik (Haryatmoko, 2016).
Dalam hal ini, etika politik diperlukan dalam melaksanakan tindakan perpolitikan baik dalam kondisi yang normal, tertib, terkendali hingga kacau. Selain itu, etika politik dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan, kebahagaan dan keadilan masyarakat karena etika akan memberikan garis-garis pedoman para penyelenggara Negara (Widiarto, 2019). Di lain sisi, guna menyikapi urgenitas dan etika politik, sangat dibutuhkan pemahaman terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Pada hakikatnya, Pancasila sebagai falsafah Negara tidak hanya menjadi sumber derivasi peraturan perundang-undangan, tetapi juga menjadi sumber moralitas dalam legitimasi kekuasaan, hukum dan kebijakan pelaksanaan penyelenggaraan Negara.
Oleh karena itu, untuk memahami nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dalam etika berpolitik terkandung dalam kelima sila Pancasila.
Sila pertama yaitu sila “Ketuhanan yang Maha Esa” di mana pada sila ini menekankan bahwa moral dan spiritual bahwasannya sebagai makhluk ciptaan Tuhan, seorang manusia wajib menjalankan perintahnya dan menjauhi segala larangannya (Asmaroini, 2017 dalam Febriany & Dewi, 2021). Jika dihubungkan dnegan etika politik, seorang politisi diharapkan memandang etika politik sebagai bentuk ketaatan terhadap Tuhan, dikarenakan pada etika politik terdapat hal yang wajib dilaksankan dan dilarang. Selain itu, etika politik yang berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa mampu menempatkan fungsi control pada para penyelenggara Negara dan politisi bahwa Tuhan menjadi semangat nilai-nilai spiritual dalam bertindak dan berperilaku.
Sila kedua yaitu sila “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”, di mana pada ketika menuntut seorang manusia untuk bertanggung jawab terhadap tindakan moralnya dalam etika politik dapat dijadikan cerminan apakah dia merupakan orang yang beradab atau tidak. Pada sila kedua ini terdapat nilai-nilai dan norma-norma yang berbudi luhur, kesopanan dan kesusilaan.
Sila ketiga yaitu sila “Persatuan Indonesia” di mana persatuan berarti dalam keadaan utuh dan tidak terpecah belah. Melalui konflik yang disebabkan dari pandangan politik, tidak sebaiknya terjadi jika etika politik diartikan dengan benar. Selain itu, adanya dimensi sosial yang telah dikotak-kotakkan menurut pandangan politik tersebut. Oleh karenanya, pemahaman makna sila ketiga ini mampu mengiring penerapan etika politik di masyarakat.
Sila keempat yaitu sila “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan” di mana pada sila ini dapat dimaknai terkait demokrasi, kejujuran, serta kebersamaan dalam memutuskan suatu hal (Rube’i, 2019) Kemudian, dalam implementasi politik praktis, harus memiliki legitimasi demokratis di man kekuatan dalam masyarakat harus diberi akses tanpa memandang kepada siapa harus dilayani.
Sila kelima yaitu sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” di mana pada sila ini dimaknai bahwa segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan dan pembagian harus didasarkan pada hukum yang berlaku dengan adil dan tanggung jawab.
Implementasi dari etika politik di Indonesia tentu mendapati bentuk pelanggaran yaitu masalah korupsi di Indonesia yang hingga kini menjadi salah satu masalah yang harus segera diatasi. Berdasarkan Transparency International Indonesia 2021 di tahun 2020, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Indonesia berada di skor 37/100 dari skor 40/100. Hal tersebut menunjukkan adanya penurunan terhadap IPK di Indonesia yang mana hal tersebut dapat memperlihatkan keruhnya perpolitikan di Indonesia. Selain itu, tindakan korupsi yang dijalankan oleh para elit politik menunjukkan bahwa mereka telah tidak memiliki dimensinya sebagai makhluk sosial, dimensi kesosialannya dan dimensi politis kehidupannya.
Selain itu, penyimpangan etika politik hampir tetap ditemui di Indonesia yang mana penyimpangan tersebut dipengaruhi oleh pola pikir dan perilaku manusia dalam memahami konsep etika dan politik serta memaknai konsep Pancasila dalam hal tersebut. Selain itu, penyimpangan etika politik juga dipengaruhi oleh faktor yang lainnya antara lain:
Minimnya pemahaman dan kemampuan mayarakat dalam memaknai Pancasila sebagai etika politik
Memudarnya kepercayaan dan pemahamn individu terhadap agama yang dianut
Krisis moral yang terjadi pada lingkungan masyarakat Indonesia
Minimnya pengawasan dan hukum yang tegas kepada elit politik
PENUTUP
Simpulan
Dilihat dari sudut pandang etika politik, manusia memiliki dimensi politis yang dapat dikaji antara lain manusia sebagai makhluk sosial, manusia dengan dimensi kesosialannya dan dimensi politis kehidupan manusia. Etika politik diperlukan dalam melaksanakan tindakan perpolitikan baik dalam kondisi yang normal, tertib, terkendali hingga kacau.
Oleh karenanya, Pancasila dijadikan sebagai sumber derivasi peraturan perundang undangan dan sumber moralitas dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan hukum dan kebijakan dalam pelaksanaan penyelenggaraan Negara. Namun, pada implementasi etika politik sering ditemui penyimpangan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya yaitu pola piker dan perilaku manusia dalam memahami konsep etika dan politik serta memakai konsep Pancasila.
Saran
Saran penelitian yang dapat disampaikan pada penelitian ini yaitu harapan untuk para generasi bangsa supaya bisa memahai dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar kehidupan sekaligus pedoman dan sumber dalam beretika politik.
Kemudian, bagi elit politik sekaligus pemangku kepentingan juga harus dapat memahami makna Pancasila dalam mengimplementasikan politik yang adil dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, serta tidak terpengaruh dengan faktor lain yang dapat menjerumuskan kepada tindakan yang menyimpang dari nilai Pancasila seperti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Selanjutnya, meningkatkan komunikasi politik antara pemerintah dan masyarakat melalui interaksi sosial berdasarkan hati nurani.
Penulis : Vrenti Prima M.S., .Arna Billa Setya P., Oliviana Putri S., Elfi Dwi Rokhimah
Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Nusantara PGRI Kediri