SUMENEP, detikkota.com – Praktisi hukum menilai kekosongan jabatan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten/Kota se-Indonesia merupakan preseden buruk dalam pelaksanaan Pemilu 2024.
Pernyataan itu disampaikan Zamrud Khan, yang juga mantan Ketua Panwaslu Kabupaten Sumenep periode sebelumnya.
Kekosongan jabatana di Lembaga Pengawas Pemilu itu terjadi karena masa jabatan anggota Bawaslu Kabupaten/Kota periode 2018-2023 telah berakhir sejak 14 Agustus 2023 lalu. Sementara anggota Bawaslu yang baru masih belum ditetapkan dan dilantik oleh Bawaslu RI.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
”Ini (kekosongan Bawaslu,) sejarah buruk dalam Pelaksanaan Pemilu. Tahapan Pemilu berjalan tanpa pengawasan,” sebut Zamrud, Rabu (16/8/2023).
Menurutnya, saat ini tahapan Pemilu 2024 memasuki masa penyusunan Daftar Calon Sementara (DCS) anggota DPRD Kabupaten/Kota.
Tahapan tersebut, kata Zamrud, butih pengawasan melekat (waskat) Bawaslu untuk memastikan semua berkas sebagai syarat administrasi Bakal Calon Legislatif (Bacaleg) sesuai dengan ketentuan.
”Apalagi, di Sumenep banyak Bacaleg yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS). Ini perlu verifikasi dan klarifikasi oleh KPU terhadap berkas perbaikan. Dan di situ butuh kehadiran Bawaslu untuk mengawasi,” timpalnya.
Zamrud yang juga berprofesi sebagai lawyer itu menuturkan, KPU tidak bisa bekerja sendiri dalam setiap tahapan Pemilu. Ia butuh lembaga pengawas, sesuai Undang-undang dalam hal ini Bawaslu.
“Saya khawatir, Pemilu ini bisa tidak legitimate karena saat proses tahapan penyusunan dan penetapan DCS tidak ada pengawasan oleh Bawaslu,” tambah Zamrud.
Semestinya, ucap Zamrud, Bawaslu telah menetapkan 5 anggota Bawaslu terpilih sebelum masa kerja Komisioner Bawaslu periode 2018-2023 berakhir, supaya tidak terjadi kekosongan. Sebab, menurutnya, kekosongan Bawaslu Kabupaten/Kota melanggar Undang-Undang Pemilu dan Tahapan Penyelenggaraan Pemilu. “Termasuk, ini juga pelanggaran Kode Etik,” tandasnya.
Dirinya tidak menampik jika Bawaslu Provinsi dapat mengambil alih kerja pengawasan Bawaslu Kabupaten/Kota selama terjadi kekosongan. Masalahnya, kata Zamrud, pengawasan tahapan Pemilu dipastikan tidak akan berjalan maksimal.
”Coba bayangkan, 7 anggota Bawaslu Provinsi Jawa Timur dapat dipastikan tidak mampu mengawasi 38 Kabupaten dan Kota di Jawa Timur,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Bawaslu Jawa Timur, A. Warits mengatakan, sesuai Undang-undang, jika terjadi kekosongan Bawaslu di tingkat Kabupaten atau Kota, maka pengawasan diambil alih oleh Bawaslu satu tingkat diatasnya, yaitu Provinsi.
”Seluruh tahapan pelaksanaan Pemilu tetap mendapat pengawasan Bawaslu. Kalaupun di Kabupaten belum terisi, Bawaslu Provinsi yang mengambil alih. Di sana ada bagian Sekretariat Bawaslu Kabupaten/Kota juga yang melakukan pengawasan,” imbuhnya.