SUMENEP, detikkota.com – Aktivis Aliansi Rakyat Bergerak (ARB) menggandeng warga Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur berunjuk rasa ke Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat, Rabu (17/5/2023).
Ratusan massa aksi tersebut menuntut BPN membatalkan sertifikat hal milik (SHM) atas lahan di kawasan laut Desa Gersik Putih seluas 21 hektar atas nama perorangan yang diterbitkan sejak 2009. Terlebih, kawasan tersebut akan direklamasi untuk pembangunan tambak garam oleh investor yang difasilitasi pemerintah desa setempat.
Dalam aksinya, massa membentangkan spanduk panjang tertulis ”Anak Cucu Kami Tidak Butuh Tambak, Tapi Butuh Pantai”.
Selain itu juga terlihat sejumlah poster berisi aspirasi dan protes. Intinya, mereka mengecam rencana reklamasi laut untuk pembangunan tambak dan penerbitan SHM oleh BPN Sumenep.
Mengetahui itu, warga menolak pembangunan tambak garam karena dikhawatirkan merusak ekosistem laut dan mengancam lingkungan sekitar.
Tak hanya itu, pembengunan tambak garam juga mengancam penghasilan warga mengingat selama ini kawasan tersebut menjadi sumber penghasil untuk menangkap ikan dan rajungan.
”Di kawasan tersebut adalah ruang hidup bagi warga untuk mencari ikan. Lalu karena kebengisan pemodal dan P
pemerintah desa mau dihabisinya dan dibangun tambak garam dengan alasan ber kawasan itu telah memiliki SHM,” tegas Korlap Aksi ARB, Fadillah.
Fadillah menduga bahwa, ada permainan antara BPN Sumenep dengan Pemerintah Desa Gersik Putih serta pemilik SHM dalam penerbitan sertifikat. Sebab, kawasan tersebut adalah laut, bukan berupa daratan sehingga ada ketidakwajaran dalam penerbitan SHM dan diduga kuat melanggar prosedur.
”Laut bukan milik nenek moyang mereka (pemegang SHM). Dalam RTRW (rencana tata ruang wilayah) jelas bahwa pantai dan laut adalah kawasan lindung yang tidak boleh diotak-atik sebagai apapun,” tegasnya.
Perwakilan warga lainnya, Amirul Mukminin menambahkan bahwa, BPN Sumenep terkesan tidak responsif terhadap polemik reklamasi laut untuk pembangunan tambak garam di daerahnya.
Menurutnya, surat yang dilayangkan warga soal permintaan untuk audiensi dan salinan dokumen sertifikat pantai tidak ditindak lanjuti.
”Dua kali kami bersurat ke BPN, tidak ada respon sama sekali. Rencana investigasi juga tidak ada perkembangannya,” kata Amirul dengan kesal.
Malah yang lebih miris, lanjutnya, pernyataan salah satu pejabat BPN Sumenep di media soal status tanah justru seakan menutupi fakta bahwa kawasan yang disertifikat tersebut bukan laut.
Amirul menegaskan, objek lokasi ber-SHM yang akan dibangun tambak garam bukanlah daratan yang terkena abrasi. Objek lokasi tersebut merupakan kawasan pantai atau laut sejak puluhan tahun silam.
”Untuk itu, privatisasi laut dengan di SHM sangat tidak dibenarkan. BPN harus bertanggung jawab atas penerbitan sertifikat tersebut,” pintanya.
Sementara itu, Kepala BPN Sumenep Kresna, berjanji untuk menindaklanjuti tuntutan tersebut dengan turun ke lokasi yang menjadi objek permasalahan.
”Senin depan kami akan jawab surat-surat yang disampaikan warga, kemudian hari Rabu pekan depan akan turun ke lokasi,” kata Kresna singkat, saat menemui massa aksi.
Saat turun ke lokasi, lanjutny, BPN perlu pendampingan dari aparat penegak hukum khususnya kepolisian.
“BPN juga meminta pihak pemerintah desa hadir ke lokasi saat meninjau lapangan,” pungkasnya.