BRIN Soroti Hubungan Keuangan Pusat-Daerah Hingga Pembangunan IKN

Seminar Nasional Mendorong Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah yang adil dan bertanggungjawab.

JAKARTA, detikkota.com – Pusat Riset Pemerintahan Dalam Negeri (PRPDN) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menaruh perhatian mengenai hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah seperti diatur dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Menurutnya, pelaksanaan desentralisasi fiskal dinilai semakin tidak jelas arahnya. Apalagi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, para akademisi dan peneliti apatis dan apriori terhadap kecenderungan desentralisasi politik dan pemerintahan.

Puncak dari kegelisahan itu, PRPDN BRIN menggelar seminar nasional bertajuk ‘Hubungan Keuangan Pusat-Daerah Yang Adil dan Bertanggung Jawab di Hotel Bidakara Jakarta, Selasa (6/12/2023).

Hadir sebagai nara sumber, Horas Maurizt Panjaitan (Plh Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri), Sandi Firdaus (Direktur Dana Transfer Umum Kemenkeu), Tri Dewi Virgianti (Plt Deputi Bidang Pengembangan Regional KemenPPN/Bappenas), Rendi Solihin (Wakil Bupati Kabupaten Kutai Kartanegara), Septian Hario Setio (Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves), Agus Eko Nugroho (Kepala OR Tata Kelola, Pemerintahan, Ekonomi, dan Kesejahteraan Masyarakat BRIN).

Dalam sambutannya, Agus Eko Nugroho mengatakan hubungan keuangan pusat-daerah masih dinilai tak adil bagi daerah, karena dana bagi hasil yang dialokasikan ke daerah belum sesuai dengan ekspektasi daerah, terutama daerah penghasil sumber daya alam.

“Sudah seharusnya daerah memperoleh porsi besar dana bagi hasil atas ekplorasi sumber daya alam di daerah mereka,” kata Agus.

Seminar ini juga menghadirkan Hetifah Sjaifudian (Anggota Komisi X DPR RI) yang mengulas berbagai persoalan sebagai dampak keberadaan Ibu Kota Negara (IKN) dalam hubungannya dengan kebijakan keuagan daerah.

Sementara Kepala PRPDN BRIN, Mardyanto W. Tryatmoko mengatakan, bahwa keberadaan IKN mendegradasi potensi pendapatan daerah di Kabupaten Kutai Kartanegara sebesar Rp5,8 triliun per tahun, dan potensi kehilangan dana bagi hasil dari sektor migas sebesar Rp1,9 triliun per tahun.

“Tentu saja kehilangan pendapatan daerah tersebut akan berdampak pada upaya Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dalam meningkatkan pembiayaan pembangunan daerah, termasuk upaya menekan angka kemiskinan di sana,” tegasnya.

Mardyanto berharap seminar tersebut menjadi bahan pemikiran bagi seluruh pemangku kebijakan untuk menimbang ulang berbagai kebijakan, khususnya yang berhubungan sengan keuangan pusat-daerah supaya lebih adil dan bertanggung jawab.