SURABAYA, detikkota.com – Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menandatangani perjanjian kerja sama (PKS) dengan Kepala Kejaksaan Negeri Banyuwangi terkait pelaksanaan pidana kerja sosial bagi pelaku tindak pidana. Penandatanganan dilakukan di Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Senin (15/12/2024), sebagai bentuk dukungan pemerintah daerah terhadap penegakan hukum yang lebih humanis.
Penandatanganan PKS tersebut merupakan tindak lanjut dari penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Agus Sahat S.T. Lumban Gaol. MoU itu menjadi implementasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru, khususnya Pasal 65 Ayat 1 yang mengatur pidana kerja sosial sebagai alternatif pemidanaan.
Bupati Ipuk menyampaikan bahwa penerapan pidana kerja sosial diharapkan mampu menghadirkan penegakan hukum yang berorientasi pada kemanusiaan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Dengan pemberlakuan pidana kerja sosial diharapkan dapat mewujudkan penegakan hukum yang humanis karena hukuman ini berfokus pada rehabilitasi dan reintegrasi pelaku tindak pidana ke masyarakat,” ujar Ipuk.
Ipuk menegaskan komitmen Pemerintah Kabupaten Banyuwangi untuk mendukung pelaksanaan amanat KUHP baru, termasuk menyiapkan fasilitas dan sumber daya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pidana kerja sosial.
“Semoga dengan adanya hukuman pidana kerja sosial bisa membantu pelaku tindak pidana untuk memperbaiki diri, meningkatkan kesadaran atas kesalahan, dan memberikan kontribusi positif kepada masyarakat,” katanya.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Banyuwangi Agustinus Octovianus Mangotan menjelaskan bahwa penandatanganan PKS ini dilakukan sebagai persiapan penerapan pidana kerja sosial yang akan berlaku efektif mulai 2 Januari 2026.
“Pidana kerja sosial merupakan alternatif hukuman yang bertujuan untuk merehabilitasi serta memberi kesempatan kepada pelaku tindak pidana agar dapat memperbaiki diri dan berkontribusi positif kepada masyarakat,” terangnya.
Menurut Agustinus, pemberian pidana kerja sosial sepenuhnya menjadi kewenangan hakim di pengadilan.
“Tidak semua tindak pidana bisa dijatuhi hukuman kerja sosial. Ada kriteria tertentu, seperti tindak pidana ringan, misalnya pencurian ringan atau penganiayaan ringan,” jelasnya.
Pelaksanaan hukuman kerja sosial nantinya bersifat fleksibel dan disesuaikan dengan kemampuan serta keterampilan terpidana.
“Misalnya hakim memutuskan hukuman 50 jam kerja sosial, terpidana bisa menjalani sebagai tenaga kebersihan atau mengikuti pelatihan sesuai bakat dan keterampilannya. Inti dari hukuman ini adalah pembinaan,” pungkas Agustinus.
Penulis : Bi
Editor : Red







