SUMENEP, detikkota.com – Sejumlah Mahasiswa yang tergabung kedalam Front Perjuangan Mahasiswa (FPM) menggelar aksi demonstrasi menolak tambang fosfat. Aksi digelar didepan Kontor DPRD Kabupaten Sumenep dan Kantor Pemerintah Kabupaten Sumenep, Rabu (7/4/2021).
Dalam orasinya kordinator aksi Arisya Dinda Nurmala Putri menyampaikan, rencana pemerintah melakukan eksplorasi tambang fosfat merupakan ancaman serius bagi masa depan petani di Kabupaten Sumenep.
“Tambang fosfat ini akan menjadi malapetaka bagi petani di Sumenep,” kata Dinda saat beorasi diatas mobil komando, Rabu (7/4).
Ancaman itu terlihat didalam Review RTRW 2013-2033, dimana pemerintah berencana menambah kawasan peruntukan pertambangan fosfat dari delapan kecamatan menjadi tujuh belas kecamatan. Tentu hal itu, membutuhkan lahan yang tidak sedikit. Akibatnya akan terjadi konvensi lahan pertanian secara besar-besaran, maka bisa dipastikan RTRW merupakan skema untuk melakukan perampasan lahan-lahan petani.
“Dari delapan kecamatan saja membutuhkan 826.000 hektar, apalagi kalau tuju belas kecamatan. Pasti akan terjadi perampasan lahan secara besar-besaran,” jelasnya.
Padahal kata dia, mayoritas di Kabupaten Sumenep untuk menopang kehidupan nya bergantung kepada sektor pertanian dan lahan merupakan alat produksi utama petani. Apabila, pertambangan fosfat ini dilakukan tentu akan banyak petani yang akan kehilangan pekerjaan
Atas dasar itu, narasi pemerintah bahwa pertambangan fosfat ini untuk meningkatkan perekonomian, membuka lapangan pekerjaan dinilai hanyalah sebatas ilusi.
“Jumlah penduduk Sumenep berkisar 1.088.910 jiwa yang sektor serapan tenaga kerja terbesar merupakan sector pertanian,” tandasnya.
Belum lagi dampak terhadap lingkungan hidup dari pertambangan fosfat. Karena menurutnya, eksplorasi fosfat berpotensi akan menghancur gugusan bebatuan kars yang merupakan kawasan serapan air. Jika dipaksakan akan terjadi bencana alam yang sangat merugikan bagi masyarakat
“Kalau kars dirusak, bencana alam akan terjadi. Musim penghujan kebanjiran, musim panas kekeringan,” timpalnya.
Dia juga menilai rencana Pemkab Sumenep tidak memiliki dasar yang kuat, karena sampai saat ini belum ada dasar hukum yang jelas dari hulu ke hilir tentang tata kelola pertambangan fosfat. Ditambah lagi ada tumpang tindik kawasan didalam RTRW sebelumnya, itu terdapat dalam pasal 33 dan pasal 40 dimana kawasan lindung juga ditetapkan sebagai kawasan pertambangan.
“Bebatuan Kars dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 tahun 2008 RTRW nasional ditetapkan sebagai kawan lindung ekologi,” tegasnya saat memberikan keterangan selepas aksi.
Berdasarkan uraian diatas pihak nya menilai, review RTRW 2013-2033 merupakan bukti nyata ketidak berpihakan pemerintah terhadap rakyat dan lebih mendahulukan kepentingan segelintir orang yang beriorentasi terhadap akumulasi kapital.
Untuk itu FPM menutut, kalau pemerintah serius ingin meningkatkan perekonomian rakyat, membuat kebijakan yang mampu mendorong pertumbuhan dan melindungi sektor pertanian dengan melakukan reforma agraria sejati sebagai basis dari terbangun nya industri nasional yang kokoh dan mandiri.
“Batalkan segala bentuk skema perampasan lahan dan kebijakan yang merugikan petani, batalkan wilayah peruntukan pertambangan fosfat didalam RTRW Kabupaten Sumenep, laksanakan reforma agraria sejati dan berikan akses pendidikan seluas-luasnya bagi pemuda desa,” tuntutnya. (Md)