SUMENEP, detikkota.com — Penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) Bank Jatim Cabang Sumenep kini menuai kritik tajam dari pihak kuasa hukum Bang Alief. Kamarullah, selaku kuasa hukum, menilai langkah penyidik Tipikor Polres Sumenep dalam menangani perkara tersebut tidak hanya cacat hukum, tetapi juga menunjukkan lemahnya profesionalisme dalam proses penegakan hukum.
Dalam konferensi pers yang digelar di Sumenep, Kamarullah mengungkap bahwa penyitaan terhadap aset milik kliennya dilakukan tanpa disertai surat izin resmi dari Pengadilan Negeri. Ia menilai tindakan itu melanggar ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang secara tegas mensyaratkan adanya izin tertulis dari pengadilan untuk setiap tindakan penyitaan oleh penyidik.
“Penyidik Tipikor Polres Sumenep melakukan penyitaan aset tanpa dasar hukum yang sah. Tidak ada surat izin penyitaan dari Pengadilan Negeri. Ini cacat hukum, cacat prosedur, dan prematur,” tegas Kamarullah, Senin (3/11/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurutnya, langkah yang diambil penyidik justru menimbulkan preseden buruk dalam penegakan hukum di daerah. Ia mempertanyakan mengapa penyidik begitu cepat menarget pihak eksternal, sementara dugaan korupsi justru berasal dari sistem internal Bank Jatim itu sendiri.
“Harusnya ditelusuri dulu siapa aktor di dalam Bank Jatim yang punya kewenangan mengatur sistem, verifikasi transaksi, hingga pengawasan dana. Baru setelah itu, kalau ada aliran dana ke Bang Alief, barulah diperiksa. Tapi yang terjadi sekarang justru sebaliknya,” ujarnya.
Kamarullah juga menyoroti langkah penyidik yang menetapkan Maya Puspitasari sebagai tersangka, meski yang bersangkutan sudah tidak lagi menjadi pegawai Bank Jatim sejak 2022. Ia menyebut keputusan itu tidak berdasar dan menunjukkan lemahnya pembuktian di tingkat penyidikan.
“Maya sudah bukan pegawai Bank Jatim, tapi ditetapkan tersangka seolah masih punya jabatan di dalamnya. Lebih aneh lagi, sampai sekarang tidak ada bukti penyidik benar-benar menelusuri keberadaannya. Mana bukti lapangan, mana dokumentasi pencarian tersangka yang sah? Semua gelap,” ungkapnya.
Kamarullah menegaskan, tindakan penyidik dan pihak Bank Jatim telah membawa dampak serius terhadap kliennya. Ia menyebut akibat langkah sepihak tersebut, usaha Bang Alief kini terhenti total.
“Akibat tindakan mereka, Bank Alief terpaksa tutup. Delapan belas karyawan kehilangan pekerjaan. Sumenep ini daerah yang masih berjuang dengan kemiskinan, jangan ditambah dimiskinkan lagi dengan tindakan hukum yang salah arah,” katanya.
Lebih lanjut, Kamarullah menilai penyidik Tipikor Polres Sumenep tidak menunjukkan independensi dalam menangani perkara. Ia menduga ada tekanan atau kepentingan tertentu yang membuat penegakan hukum berjalan tidak objektif.
“Kalau memang tidak sanggup atau ada tekanan dari pihak tertentu, serahkan saja ke lembaga yang lebih berwenang. Polda Jatim, Mabes Polri, Kejaksaan, bahkan KPK—semua bisa mengambil alih agar perkara ini terang. Kami siap membantu mengungkap siapa aktor sebenarnya dalam kasus korupsi Bank Jatim sejak 2019 sampai 2022,” tegasnya.
Kamarullah mengungkap bahwa pihaknya juga telah menempuh jalur hukum perdata dengan menggugat Bank Jatim atas dugaan perbuatan melawan hukum. Gugatan itu, kata dia, mencakup kerugian materiil dan imateriil akibat pemblokiran tabungan dan penyitaan aset tanpa dasar hukum.
“Kami sudah melapor ke Presiden, Menteri, DPR, KPK, Kejaksaan, dan LPS. Semua kami tempuh karena tabungan klien kami diblokir tanpa dasar hukum yang sah. Tidak ada surat penyitaan dari pengadilan, tapi uangnya dibekukan. Ini pelanggaran serius,” jelasnya.
Kamarullah menilai langkah yang diambil Bank Jatim dan penyidik Polres Sumenep mencerminkan lemahnya prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas hukum di sektor perbankan daerah.
“Kejadian seperti ini merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan sistem perbankan. Jika hukum dijalankan tanpa prosedur, siapa pun bisa jadi korban berikutnya,” tegasnya.
Penulis : Md
Editor : Red







