Begini Cara PP Annuqayah Daerah Lubangsa Tangani Puluhan Ton Sampah Santri

UPT Jatian, tempat santri PP Annuqayah Daerah Lubangsa mengolah sampah menjadi kerajinan tangan.

SUMENEP, detikkota.com – Pondok Pesantren Annuqayah Daerah Lubangsa, Desa/Kecamatan Guluk-Guluk, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur menyelenggarakan Musyawarah Nasional (Munas) Pesantren Ekosistem
Madani Atasi Sampah (Emas), Sabtu (22/7/2023) malam.

Pengasuh PP Annuqayah Daerah Lubangsa, KH. Mohammad Shalahuddin A. Warits menyatakan, banyaknya sampah dari ribuan santri harus mendapat penanganan yang tepat agar tidak menimbulkan masalah lingkungan.

Untuk sampah di PP Annuqayah sendiri, lanjutnya, ketika dikalkulasi sampah yang dihasilkan setiap hari bisa mencapai 3 ton. Tentu, kondisi tersebut juga terjadi pasa pesantren lain di Indonesia yang jumlahnya mencapai ribuan.

“Pada 22 maret 2022 lalu, kami menginisiasi mengontrol sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA) Annuqayah. Karena sampah yang dihasilkan Lubangsa saja bisa mencapai tiga truk setiap hari. Sebab secara kuantitas santri kami di Lubangsa terbanyak, mencapai sekitar 2500 orang,” jelasnya, Senin (24/7/2023).

Menurutnya, proses mencapai zero sampah memang banyak mengahadapi kendala sehingga membutuhkan pendekatan khusus dalam menumbuhkan kesadaran di kalangan santri, termasuk tamu yang berkunjung. Semisal mengganti kertas bungkus nasi dengan piring, mengganti air meneral kemasan gelas dengan galon, serta membuang sampah pada tempatnya.

“Saya kadung bilang, sampah itu santri. Sama-sama mondok di Lubangsa, oleh karenanya harus dikelola dan tetap ditempatnya,” ucap Ra Mamak, begitu dia kerap disapa.

Ra Mamak menuturkan, untuk menampung sampah yang begitu banyak, PP Annuqayah Lubangsa membuat unit pelaksana teknis (UPT) Jatian. Guna menyiapkan tenaga pengelola, pihaknya mengirim santri untuk belajar pengelolaan sampah di Kelurahan Panggungharjo Bantul, Yogyakarta. Tempat yang sangat ramah lingkungan dalam pengelolaan sampah, bertanggung jawab dan ramah lingkungan.

“Lurah Panggung Harjo bilang, bahwa teknologi adalah nomor terakhir dalam pengelolaan sampah. Sehingga membuat kami semakin bersemangat untuk menerapkannya di Lubangsa,” sambungnya.

Menurutnya, yang terpenting dalam pengelolaan sampah adalah kesadaran yang diikuti dengan aksi nyata. Setelah itu baru teknologi.

Saat ini, lanjut Ra Mamak, UPT Jatian milik Lubangsa itu menggunakan teknologi rumah pohon serta papan panggung dalam mengolah sampah. Hasilnya, berupa paving, kompos, tas, bunga-bungaan serta sejumlah kerajinan tangan lainya yang berbahan dasar sampah.

“Untuk mengimbangi keberadaan UPT Jatian, malam ini kami akan resmikan Networking Aktif Fasilitas Atasi Sampah, yang disingkat Nafas,” ucap Ra Mamak sambil mengetukan palu sebagai tanda peresmian Nafas.

Hadir dalam acara tersebut sejumlah utusan pesantren dari 3 provinsi, di antaranya PP KHAS Kempek Cirebon, Yayasan Fahmina, PP Kebon Jambu Babakan, PP Assalam Wonosobo, UNU Yogyakarta, STIE Widya Wiwaha, PP Pandanaran Bantul, PP An-Nur Ngrukem, PP Darul Qur’an Gunung Kidul, PP Al Munawir Putri, PP Fadlun Minallah Yogyakarta serta sejumlah pesantren lain di Sumenep.

Hadir juga Lurah Panggungharjo Bantul Anngoro Hadi, yang selama ini menjadi tempat sekolah lapang dalam mengatasi sampah, Camat Guluk-Guluk serta wakil dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sumenep.

“Kami sampaikan terima kasih kepada semua pengasuh, IAA dan wakil alumni. Selamat berMunas dan begadang. Mohon maaf jika tempatnya kurang memadai,” pungkas Ra Mamak mengakhiri sambutannya.