LSM BIDIK Soroti Reklamasi Pantai di Kawasan Pelabuhan Batuguluk Arjasa

Lahan hasil reklamasi bibir pantai kawasan Pelabuhan Batuguluk, Desa Bilis-Bilis, Kecamatan Arjasa, Kab. Sumenep.

SUMENEP, detikkota.com – Kegiatan reklamasi bibir pantai di kawasan Pelabuhan Batuguluk, Desa Bilis-Bilis, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur mendapat sorotan LSM Badan Investigasi dan Informasi Keadilan (BIDIK).

Aktivis LSM BIDIK, Muhlis Fajar menilai, reklamasi tersebut telah melanggar Perda Provinsi Jatim Nomor 1 tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Jawa Timur Tahun 2018-2038.

Selain diduga melanggar Perda, lanjut Muhlis, kegiatan reklamasi tersebut juga diduga tanpa dilengkapi izin dari instansi terkait.

“Kami telah melakukan investigasi mengenai kegiatan reklamasi. Hasilnya, reklamasi bibir pantai sepanjang 45 meter itu sangat merusak lingkungan dan berpotensi menimbulkan abrasi'” jelasnya, Rabu (30/8/2023).

Muhlis menyatakan, reklamasi juga dikeluhkan warga sekitar yang merasa terancam akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.

“Informasi yang kami dapat, reklamasi itu untuk dijadikan tempat wisata dan sebagiannya dijual pada pihak ketiga. Tentu, itu kepentingan pribadi,” ucapnya.

Dia menyesalkan karena tidak ada tindakan tegas dari instansi terkait maupun Pemkab Sumenep atas kegiatan reklamasi di bibir pantai Desa Bilis-Bilis.

“Saya juga meminta keterangan dari Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Arif Susanto. Dia mengatakan bahwa, masalah itu bukan kewenangannya, tetapi menjadi kewenangam Pemprov Jatim,” sebutnya kesal.

Atas kondisi tersebut, kata Muhlis, pihaknya mewakili masyarakat setempat merasa kecewa atas pembiaran tindakan brutal berupa kejahatan lingkungan itu.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, jelas Muhlis,  kegiatan reklamasi yang dilakukan oleh oknum mantan anggota DPRD Sumenep itu dapat dikategorikan pelanggaran pidana.

“Kami akan laporkan pada penegak hukum untuk proses lebih lanjut,” tandasnya.

Terpisah, Pengelola reklamasi pantai, Mukhtar mengaku, lahan yang diuruk adalah lahan milik pribadi berdasarkan Sertipikat Hak Milik (SHM).

“Itu bukan reklamasi, tapi saya menguruk lahan milik pribadi pada bagian sempadan pantai. Jadi, itu (bagian yang diuruk) masih lahan saya,” jelasnya.

Itang, sapaan akrab Mukhtar tidak membantah jika memang tidak mengantongi izin atas dasar alasan menguruk lahan sendiri.

“Bukan saya mau menentang aturan. Kalau memang ada peluang untuk mengurus izin, akan saya urus,” ucapnya.

Menurutnya, sempadan pantai yang diuruk kira-kira sepanjang 20 meter dari batas lahan miliknya. “Bukan 45 meter,” imbuhnya.

Itang juga menuturkan bahwa pengurukan itu telah dilakukannya sejak tahun 2007. Bahkan tidak hanya dirinya, pengurukan serupa juga banyak dilalukan pemilik lahan lain di sekitarnya.

“Kalau memang tidak boleh dan harus mengurus izin, kenapa baru sekarang?,” pungkas Itang.